Cari Blog Ini

Kamis, 17 Juli 2014

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU TANAMAN PERKEBUNAN (AGH 341) PENANAMAN BATANG BAWAH DAN POHON ENTRES KARET



DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


PENDAHULUAN
Latar belakang
Budidaya tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan bagian dari sub sektor perkebunan yang merupakan salah satu budidaya yang strategis mengingat mudahnya tanaman tersebut tumbuh subur di negara kita dan merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional maupun nasional. Karet merupakan salah satu hasil perkebunan terkemuka di Indonesia karena banyak menunjang perokonomian negara yaitu sebagai bahan yang diekspor dan menjadi sumber devisa negara.
Tanaman karet yang diharapkan tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks yang banyak maka perlu diperhatikan syarat-syarat tumbuh dan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Bahan tanaman karet juga perlu diperhatikan. Bahan tanaman tersebut adalah batang bawah (root stoc), entres atau batang atas (budwood), dan okulasi (grafting) (Damanik et al 2010). Persiapan batang bawah adalah suatu kegiatan untuk memperoleh bibit yang perakarannya kuat dan daya serap hara yang baik. Persiapan batang atas dilakuan dengan memilih klon karet yang sesuai rekomendasi berdasarkan tipe iklim di berbagai propinsi. Lahan khusus klon-klon karet yang akan dijadikan sebagai batang atas sebaiknya dimiliki oleh setiap perkebunan karet untuk mempermudah kegiatan okulasi.
Penanaman karet dilakukan dengan memungut bibit karet hasil persilangan alami yang berkecambah di sekitar tanaman karet. Benih yang telah berkecambah disebut ‘kongkoak’ (Sunda). Selain dengan ‘kongkoak’, bibit batang bawah juga dapat disiapkan langsung dengan menanam benih di dalam polybag, yang disebut dengan istilah ‘tabela’, tanam benih langsung. Pengembangan ‘tabela’ dimaksudkan untuk mempermudah pekaerjaan penyiapan batang bawah dan bibit, serta dapat mengurangi biaya penyediaan bibit. Cara yang digunakan untuk menghasilkan bibit unggul karet melalui okulasi selain penyediaan batang bawah perlu ditanam klon-klon unggul sebagai penghasil mata tunas (entres) di kebun entres. Klon unggul ini ditanam terpisah dengan kebun produksi dengan identitas yang jelas dari tiap klon yang dijasdikan mata tunas.   
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat melaksanakan pekerjaan pembibitan batang bawah karet, menghitung kebutuhan lahan untuk pembibitan batang bawah, melaksanakan pekerjaan pembangunan kebun entres, dan menentukan kebutuhan waktu dan HOK untuk pekerjaan pembibitan batang bawah.

TINJAUAN PUSTAKA
 Tanaman karet yang ditumbuhkan seragam di lapangan, sangat bergantung pada penggunaan bibit hasil okulasi yang entresnya diambil dari kebun entres yang memiliki klon yang murni. Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia sendiri telah menghasilkan klon-klon karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu. Klonklon unggul baru generasi4 pada periode periode tahun 2006 – 2010, yaitu klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 104, dan IRR 118. Klonklon tersebut menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifatsifat sekunder lainnya. Klonklon lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, RRIC 100 masih memungkinkan untuk dikembangkan, tetapi harus dilakukan secara hatihati baik dalam penempatan lokasi maupun sistem pengelolaannya. Klon GT 1 dan RRIM 600 di berbagai lokasi dilaporkan mengalami gangguan penyakit daun Colletotrichum dan Corynespora. Sedangkan klon BPM 1, PR 255, PR 261 memiliki masalah dengan mutu lateks sehingga pemanfaatan lateksnya terbatas hanya cocok untuk jenis produk karet tertentu. Klon PB 260 sangat peka terhadap kekeringan alur sadap dan gangguan angin dan kemarau panjang, karena itu pengelolaanya harus dilakukan secara tepat (Anwar 2001).
Persiapan bahan tanam tanaman karet dilakukan jauh hari sebelum penanaman.Tiga komponen bahan tanam yang perlu disiapkan, yaitu: batang bawah (root stoct), entres/batang atas (budwood), dan okulasi (grafting) pada penyiapan bahan tanam.(Hendroyono dan Wijayani 1994).
Persiapan batang bawah merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh bahan tanam yang mempunyai perakaran kuat dan daya serap hara yang baik. Untuk mencapai kondisi tersebut, diperlukan pembangunan pembibitan batang bawah yang memenuhi syarat teknis yang mencakup persiapan tanah pembibitan, penanganan benih, perkecambahan, penanaman kecambah, serta usaha pemeliharaan tanaman di pembibitan. Klon-klon yang dianjurkan sebagai batang bawah adalah klon GT 1, LCB 1320 dan AVROS 2037. Tanaman untuk batang bawah ditanam 1 – 1.5 tahun sebelum okulasi. Untuk okulasi garis tengah tanaman batang bawah sudah mencapai 2.5 cm (Tim Penulis PS 2007).
Menurut Anwar (2001) untuk mendapatkan bahan tanam hasil okulasi yang baik diperlukan entres yang baik, Pada dasarnya mata okulasi dapat diambil dari dua sumber, yaitu berupa entres cabang dari kebun produksi atau entres dari kebun entres. Dari dua macam sumber mata okulasi ini sebaiknya dipilih entres dari kebun entres murni, karena entres cabang akan menghasilkan tanaman yang pertumbuhannya tidak seragam dan keberhasilan okulasinya rendah.
Bahan tanam telah siap, kemudian dilakukan okulasi. Okulasi merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menempelkan mata tunas dari suatu tanaman kepada tanaman lain yang dapat bergabung (kompatibel)  dengan tujuan menggabungkan sifat-sifat yang baik dari setiap komponen sehingga di peroleh pertumbuhan dan produksi yang baik. Keunggulan yang diharapkan dari batang bawah secara umum adalah sifat perakarannya yang baik, sedang dari batang atas adalah produksi latex yang baik. Bibit yang di okulasi ini ditumbuhkan di lapangan disebut sebagai tanaman okulasi, sedangkan tanaman asal biji yang di tumbuhkan dilapangan disebut tanaman semai (Simanjuntak        2010).
Teknik okulasi yang umum digunakan adalah okulasi hijau (green budding) dan okulasi konvensional atau okulasi cokelat (brown budding), meskipun ada jenis lain yaitu okulasi dini.
Tabel 1. Teknik Okulasi dan Perbedaannya
Teknik Okulasi
Umur batang bawah
Umur, ukuran, dan warna entres
Dini
2-3 bulan
3-4 minggu, garis tengah 0,5 cm, hijau muda
Hijau
4-6 bulan
3-4 bulan, garis tengah 0.5 – 1 cm, hijau
Cokelat
8-18 bulan
1-2 tahun, garis tengah 2.5 – 4 cm, cokelat
Sumber: www.worldagroforestrycentre.org.
Simanjuntak (2010) menjelaskan mengenai kedua teknik okulasi karet yang sering diaplikasikan tersebut, yaitu teknik okulasi konvesional dan teknik okulasi hijau. Teknik okulasi konvensional merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk persiapan bentuk bahan tanaman secara komersial. Okulasi konvesional ini disebut juga okulasi cokelat ( brown budding)
Batang bawah
Keberhasilan okulasi coklat perlu diperhatikan syarat-syarat berikut:
  Batang bawah yang di anjurkan adalah semaian klonal GT1, AVROS 2037 dan LBC1320
·      Bibit Semaian telah berumur 9 hingga 18 bulan batangnya sudah berwarna coklat dan mempnuyai 4-5 karangan daun dapat juga digunakan yang berumur 6-9 bulan asal sudah berbatang coklat dan mempnyai 3-4 karangan daun
·      Diameter batang telah mencapai 1,5-2 cm dan pertumbuhannya normal
·      Kulit berada dalam stadia mudah dilepas tidak lengket atau pada daun stadia daun tua
Batang atas
Sebagai batang atas dipilih klon yang sesuai dengan lingkungan ekologi yang bersangkutan dari klon-klon yang dianjurkan terutama klon-klon yang dianjurkan dalam skala besar. Pemilihan klon yang tepat akan menjamin produktivitas dikemudian hari dalam jangka panjang. Terdapat tiga jenis kuncup tidur yang dikenal pada tanaman karet dan satu mata bunga yaitu:
·         Mata Ketiak (mata tunas)  atau disebut juga mata prima, yang ditandai adanya bekas tangkai daun atau berada pada ketiak daun. Mata inilah yang terbaik untuk okulasi. Letaknya dibagian tengah internodia. Jumlahnya tiap meter kayu entres terdapat 15-20 mata okulasi. Bila hendak digunakan terlebih dahulu dipangkas daunnya kira-kira 10 hari sebelum dipotong di gunakan sebagai mata untuk okulasi coklat.
·         Mata sisik: mata yang terdapat dibawah kuncup daun-daun ( Flush ) atau pada ujung payung daun. Digunakan untuk okulasi mini.
·         Mata bunga: terdapat pada tanaman yang sudah masuk umur berbunga tidak dapat digunakan untuk okulasi.
Disamping teknik okulasi konvensional atau okulasi coklat, dikembangkan pula metoda okulasi hijau. Jika dalam okulasi konvensional digunakan batang bawah yang sudah berwarna coklat, maka dalam okulasi hijau digunakan mata okulasi dari entres yang masih berwarna hijau (green budwood).

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada 21 April 2014 di Lahan Percobaan Cikabayan Atas, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah bahan tanam tanaman karet yaitu benih dan bibit tanaman karet masing-masing dengan jumlah 10 dan 20. Alat yang digunakan adalah ember, cangkul, dan kored.
Metode
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini dipersiapkan terlebih dahulu sebelum penanaman bibit dan benih karet. Bibit dan benih dicari dan dikumpulkan di sekitar perkebunan karet. Bibit yang dibutuhkan sebanyak 20 dan benih sebanyak 10 biji.
Setiap kelompok ditugaskan untuk membuat satu bedeng untuk menanam bibit karet. Pengajiran dilakukan dengan jarak tanam 60 cm x 40 cm x 40 cm. jarak antar kelompok adalah 60 cm, setiap kelompok menanam dalam dua baris berjarak 40 cm antar barisan dan 40 cm dalam barisan. Setelah itu bibit karet ditanam pada barisan yang telah disiapkan . Sebelum penanaman, sebagian daun pada bibit-bibit tersebut dipotong agar rata dan memudahkan penanaman.
Satu bedeng panjang diolah bersama dengan kelompok lain untuk mempersiapkan bedeng pembibitan. Setelah gembur dan rata dibuat alur, dan 10 benih karet yang telah diuji viabilitas dengan memantulkan ke lantai ditanam di alur yang telah disiapkan. Benih karet masih timbul dan terlihat pada permukaan tanah saat ditanam. Bagian yang terlihat adalah bagian yang melengkung, sementara yang terlihat rata dibagian bawah permukaan tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Jumlah benih                           : 10 butir
Jumlah bibit (kongkoak)         : 10 bibit
Waktu mulai                            : 08.45
Waktu selesai                          : 10.00
Jumlah pekerja                        : 5 orang
HK = 5 orang x 1.15 jam =
PK =
Pembahasan
   Karet ditanam dengan sistem jarak tanam pagar ganda yaitu 60 cm x 40 cm x 40 cm. Jarak tanam pagar biasa digunakan oleh petani karet yang menanam dengan system tumpangsari. Tanaman tumpangsari akan menjadi pagar atau mengapit tanaman utama. Jarak tanam pagar memungkinkan tanaman karet mendapat sinar matahari secara optimal (Damanik et al. 2010). Jarak tanam ganda digunakan agar tanaman yang ditanam di sela-sela karet seperti palawija atau tanaman pangan mendapat cahaya matahari yang cukup (Janudianto et al.  2013).
   Karet yang akan ditanampindahkan dari polybag ke lahan biasanya dilakukan pemotongan pada bagian akar. Bagian akar dipotong dengan tujuan untuk menyesuaikan panjang akar dengan lubang tanam. Pemotongan bagian akar bibit memiliki pengaruh negatif salah satunya adalah berkurangnya jangkauan dalam menyerap hara karena akar yang berfungsi hanya sedikit.
Pembibitan dengan cara tabela antar barisan diberi jarak 1 meter yang berfungsi sebagai jalan untuk mempermudah kegiatan pemeliharaan bibit. Menurut Damanik et al. (2010), pada penyemaian benih menggunakan kantong plastik, jalan selebar 75 cm dibuat setiap dua baris kantong plastik untuk kegiatan perawatan tanaman.
Populasi bibit per hektar dengan jarak tanam 60 cm x 40 cm x 40 cm pada luas lahan efektif 80 % adalah 40 000 bibit. Perhitungan populasi/ha dapat dilihat pada lampiran 1. Jumlah kecambah yang siap ditanam di areal pembibitan jika jumlah benih 10 000 butir, benih afkir 10 %, daya berkecambah 90 % dan kecambah afkir 10 %  sebanyak 7 290 benih kecambah. Luas areal pembibitan dengan kondisi tersebut jika luas lahan efektif 80 % adalah 1 8 22.5 m2. Contoh perhitungan jumlah kecambah siap tanam dan luas areal pembibitan dapat dilihat pada lampiran 2.
             Bibit karet berkualitas tinggi didapatkan dengan teknik perbanyakan dengan okulasi. Klon PB260, IRR118, RRIC100 dianjurkan sebagai batang atas dan bibit dari biji karet klon PB20, GT1, dan RRIC100 sebagai batang bawah yang diambil dari pohon berumur lebih dari 10 tahun (Janudianto et al. 2013). Kayu okulasi dapat diperoleh dengan cara memotong ranting-ranting pohon induk tanaman karet. Dalam waktu 1-2 tahun ketika tunas-tunas baru sudah muncul dan dapat dijadikan sebagai kayu okulasi. Ciri lainnya adalah saat kulit kayu sudah bergabus (Damanik et al. 2010).
 Praktikum penyemaian benih dan penanaman bibit karet dilaksanakan oleh 5 orang praktikan pada pukul 08.45 dan selesai pada pukul 10.00 WIB.  Dari hasil kerja saat praktikum diperoleh HK sebesar 0.821 HK. Prestasi kerja yang diperoleh untuk penyemaian 10 benih dan 10 bibit karet adalah 24.361 benih/HK. Pada praktikum seharusnya bibit karet yang ditanam sebanyak 20 bibit. Namun, kesalahan dalam pengukuran lahan mengakibatkan jumlah lahan berkurang sehingga bibit yang ditanam hanya berjumlah 10 bibit.


SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pelaksanaan pembibitan batang bawah telah dilakukan menggunakan polybag berisi tanah sebagai alternatif kurangnya lahan yang dapat digunakan serta untuk memudahkan perawatan dalam pembibitan. Pembangunan kebun entres diawali dengan pembuatan satu teras untuk kebutuhan seluruh kelompok praktikum dan kemudian dibagi dan dibuat bedengan 4 m x 1 m tiap kelompok dengan jarak baris 40 cm untuk kebutuhan 20 bibit. Waktu yang dibutuhkan dalam pekerjaan pembibitan batang bawah adalah 1 jam 15 menit dengan HK sebesar 0.821.

Saran
Lahan yang disediakan harus lebih luas agar  tidak terjadi perebutan wilayah praktikum dan karet yang digunakan dalam praktikum adalah bibit karet pilihan.




DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C. 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Medan(ID).Pusat penelitian Karet.
Damanik S, M. Syakir, Made Tasma, dan Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Bogor (ID) : Pusat Penelitian dan  Pengembangan Perkebunan.
Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur, Pengenalan Dan Petunjuk Perbanyakan Secara Vegetatif.Yogyakarta (ID):Kanisius.
Janudianto, Prahmono A, Napitupulu H, dan Rahayu S. 2013. Panduan budidaya karet untuk  petani skala kecil. Rubber cultivation guide for small-scale farmers. Lembar Informasi AgFor 5. Bogor, Indonesia. Bogor (ID): World Agroforestry Cebtre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program
Simanjuntak, Faddalena. 2010. Teknik Okulasi Karet. Medan(ID): Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan.
Tim Penulis PS. 2007. Karet: Budidaya dan pengolahan, Strategi Pemasaran. Jakarta(ID): Penebar Swadaya.


LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan soal nomor 4
Populasi/ha jika jarak tanam 60 cm x 40 cm x 40 cm dengan luas lahan efektif 80 %
=  x 10 000 m2 = 8 000 m2
=
Lampiran 2. Perhitungan soal nomor 5
·      Kecambah yang siap ditanam di areal pembibitan jika jumlah benih 10 000 butir, benih afkir 10 %, daya berkecambah 90 % dan kecambah afkir 10 %
benih afkir =
sisa benih = 10 000 – 1 000 = 9 000 benih
daya berkecambah =
kecambah afkir =
Benih siap tanam = 8 100 – 810 = 7 290 benih
·      Luas areal pembibitan jika luas lahan efektif 80 %
Populasi      = luas areal (efektif)/jarak tanam
7 290 bibit  =
1 458 m2     = luas areal (efektif)
Luas areal pembibitan =  = 1 822.5 m2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar