DEPARTEMEN
AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS
PERTANIAN
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PENDAHULUAN
Latar
belakang
Budidaya tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan bagian
dari sub sektor perkebunan yang merupakan salah satu budidaya yang strategis
mengingat mudahnya tanaman tersebut tumbuh subur di negara kita dan merupakan
salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional
maupun nasional. Karet merupakan salah satu hasil perkebunan terkemuka di
Indonesia karena banyak menunjang perokonomian negara yaitu sebagai bahan yang
diekspor dan menjadi sumber devisa negara.
Tanaman karet yang diharapkan tumbuh dengan baik dan menghasilkan
lateks yang banyak maka perlu diperhatikan syarat-syarat tumbuh dan lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Bahan tanaman karet juga perlu
diperhatikan. Bahan tanaman tersebut adalah batang bawah (root stoc),
entres atau batang atas (budwood), dan okulasi (grafting)
(Damanik et al 2010). Persiapan batang bawah adalah suatu kegiatan untuk
memperoleh bibit yang perakarannya kuat dan daya serap hara yang baik.
Persiapan batang atas dilakuan dengan memilih klon karet yang sesuai
rekomendasi berdasarkan tipe iklim di berbagai propinsi. Lahan khusus klon-klon
karet yang akan dijadikan sebagai batang atas sebaiknya dimiliki oleh setiap
perkebunan karet untuk mempermudah kegiatan okulasi.
Penanaman karet dilakukan dengan memungut bibit karet hasil
persilangan alami yang berkecambah di sekitar tanaman karet. Benih yang telah
berkecambah disebut ‘kongkoak’ (Sunda). Selain dengan ‘kongkoak’, bibit batang
bawah juga dapat disiapkan langsung dengan menanam benih di dalam polybag, yang
disebut dengan istilah ‘tabela’, tanam benih langsung. Pengembangan ‘tabela’
dimaksudkan untuk mempermudah pekaerjaan penyiapan batang bawah dan bibit,
serta dapat mengurangi biaya penyediaan bibit. Cara yang digunakan untuk
menghasilkan bibit unggul karet melalui okulasi selain penyediaan batang bawah
perlu ditanam klon-klon unggul sebagai penghasil mata tunas (entres) di kebun
entres. Klon unggul ini ditanam terpisah dengan kebun produksi dengan identitas
yang jelas dari tiap klon yang dijasdikan mata tunas.
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat melaksanakan
pekerjaan pembibitan batang bawah karet, menghitung kebutuhan lahan untuk
pembibitan batang bawah, melaksanakan pekerjaan pembangunan kebun entres, dan
menentukan kebutuhan waktu dan HOK untuk pekerjaan pembibitan batang bawah.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman
karet yang ditumbuhkan seragam di lapangan, sangat bergantung pada penggunaan
bibit hasil okulasi yang entresnya diambil dari kebun entres yang memiliki klon
yang murni. Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia sendiri telah menghasilkan
klon-klon karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu. Klon‐klon unggul baru generasi‐4 pada periode periode tahun 2006 – 2010, yaitu klon:
IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 104, dan IRR 118. Klon‐klon
tersebut menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi,
tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat‐sifat sekunder lainnya. Klon‐klon lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037,
PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM
109, PB 260, RRIC 100 masih memungkinkan untuk dikembangkan, tetapi
harus dilakukan secara hati‐hati baik
dalam penempatan lokasi maupun sistem pengelolaannya. Klon GT 1 dan RRIM 600 di
berbagai lokasi dilaporkan mengalami gangguan penyakit daun Colletotrichum dan
Corynespora. Sedangkan klon BPM 1, PR 255, PR 261 memiliki masalah
dengan mutu lateks sehingga pemanfaatan lateksnya terbatas hanya cocok untuk
jenis produk karet tertentu. Klon PB 260 sangat peka terhadap kekeringan alur
sadap dan gangguan angin dan kemarau panjang, karena itu pengelolaanya harus
dilakukan secara tepat (Anwar 2001).
Persiapan
bahan tanam tanaman karet dilakukan jauh hari sebelum penanaman.Tiga komponen bahan
tanam yang perlu disiapkan, yaitu: batang bawah (root stoct),
entres/batang atas (budwood), dan okulasi (grafting) pada
penyiapan bahan tanam.(Hendroyono dan Wijayani 1994).
Persiapan
batang bawah merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh bahan tanam yang
mempunyai perakaran kuat dan daya serap hara yang baik. Untuk mencapai kondisi
tersebut, diperlukan pembangunan pembibitan batang bawah yang memenuhi syarat
teknis yang mencakup persiapan tanah pembibitan, penanganan benih,
perkecambahan, penanaman kecambah, serta usaha pemeliharaan tanaman di
pembibitan. Klon-klon yang dianjurkan sebagai batang bawah adalah klon GT 1,
LCB 1320 dan AVROS 2037. Tanaman untuk batang bawah ditanam 1 – 1.5 tahun
sebelum okulasi. Untuk okulasi garis tengah tanaman batang bawah sudah mencapai
2.5 cm (Tim Penulis PS 2007).
Menurut
Anwar (2001) untuk mendapatkan bahan tanam hasil okulasi yang baik diperlukan
entres yang baik, Pada dasarnya mata okulasi dapat diambil dari dua sumber,
yaitu berupa entres cabang dari kebun produksi atau entres dari kebun entres.
Dari dua macam sumber mata okulasi ini sebaiknya dipilih entres dari kebun
entres murni, karena entres cabang akan menghasilkan tanaman yang
pertumbuhannya tidak seragam dan keberhasilan okulasinya rendah.
Bahan tanam
telah siap, kemudian dilakukan okulasi. Okulasi merupakan salah satu teknik
perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menempelkan mata tunas dari suatu
tanaman kepada tanaman lain yang dapat bergabung (kompatibel) dengan
tujuan menggabungkan sifat-sifat yang baik dari setiap komponen sehingga di
peroleh pertumbuhan dan produksi yang baik. Keunggulan yang diharapkan dari
batang bawah secara umum adalah sifat perakarannya yang baik, sedang dari
batang atas adalah produksi latex yang baik. Bibit yang di okulasi ini
ditumbuhkan di lapangan disebut sebagai tanaman okulasi, sedangkan tanaman asal
biji yang di tumbuhkan dilapangan disebut tanaman semai (Simanjuntak 2010).
Teknik
okulasi yang umum digunakan adalah okulasi hijau (green budding) dan
okulasi konvensional atau okulasi cokelat (brown budding), meskipun ada
jenis lain yaitu okulasi dini.
Tabel 1. Teknik Okulasi dan
Perbedaannya
Teknik Okulasi
|
Umur batang bawah
|
Umur, ukuran, dan warna entres
|
Dini
|
2-3 bulan
|
3-4
minggu, garis tengah 0,5 cm, hijau muda
|
Hijau
|
4-6 bulan
|
3-4 bulan,
garis tengah 0.5 – 1 cm, hijau
|
Cokelat
|
8-18 bulan
|
1-2 tahun,
garis tengah 2.5 – 4 cm, cokelat
|
Sumber:
www.worldagroforestrycentre.org.
Simanjuntak
(2010) menjelaskan mengenai kedua teknik okulasi karet yang sering diaplikasikan
tersebut, yaitu teknik okulasi konvesional dan teknik okulasi hijau. Teknik
okulasi konvensional merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk
persiapan bentuk bahan tanaman secara komersial. Okulasi konvesional ini
disebut juga okulasi cokelat ( brown budding)
Batang bawah
Keberhasilan okulasi coklat perlu
diperhatikan syarat-syarat berikut:
Batang bawah
yang di anjurkan adalah semaian klonal GT1, AVROS 2037 dan LBC1320
·
Bibit
Semaian telah berumur 9 hingga 18 bulan batangnya sudah berwarna coklat dan
mempnuyai 4-5 karangan daun dapat juga digunakan yang berumur 6-9 bulan asal
sudah berbatang coklat dan mempnyai 3-4 karangan daun
·
Diameter
batang telah mencapai 1,5-2 cm dan pertumbuhannya normal
·
Kulit berada
dalam stadia mudah dilepas tidak lengket atau pada daun stadia daun tua
Batang atas
Sebagai
batang atas dipilih klon yang sesuai dengan lingkungan ekologi yang
bersangkutan dari klon-klon yang dianjurkan terutama klon-klon yang dianjurkan
dalam skala besar. Pemilihan klon yang tepat akan menjamin produktivitas
dikemudian hari dalam jangka panjang. Terdapat tiga jenis kuncup tidur yang
dikenal pada tanaman karet dan satu mata bunga yaitu:
·
Mata Ketiak
(mata tunas) atau disebut juga mata prima, yang ditandai adanya bekas
tangkai daun atau berada pada ketiak daun. Mata inilah yang terbaik untuk
okulasi. Letaknya dibagian tengah internodia. Jumlahnya tiap meter kayu entres
terdapat 15-20 mata okulasi. Bila hendak digunakan terlebih dahulu dipangkas
daunnya kira-kira 10 hari sebelum dipotong di gunakan sebagai mata untuk
okulasi coklat.
·
Mata sisik:
mata yang terdapat dibawah kuncup daun-daun ( Flush ) atau pada ujung payung
daun. Digunakan untuk okulasi mini.
·
Mata bunga:
terdapat pada tanaman yang sudah masuk umur berbunga tidak dapat digunakan
untuk okulasi.
Disamping
teknik okulasi konvensional atau okulasi coklat, dikembangkan pula metoda
okulasi hijau. Jika dalam okulasi konvensional digunakan batang bawah yang
sudah berwarna coklat, maka dalam okulasi hijau digunakan mata okulasi dari
entres yang masih berwarna hijau (green budwood).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada 21 April 2014
di Lahan Percobaan Cikabayan Atas, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
bahan tanam tanaman karet yaitu benih dan bibit tanaman karet masing-masing
dengan jumlah 10 dan 20. Alat yang digunakan adalah ember, cangkul, dan kored.
Metode
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam
praktikum ini dipersiapkan terlebih dahulu sebelum penanaman bibit dan benih
karet. Bibit dan benih dicari dan dikumpulkan di sekitar perkebunan karet.
Bibit yang dibutuhkan sebanyak 20 dan benih sebanyak 10 biji.
Setiap kelompok ditugaskan untuk membuat
satu bedeng untuk menanam bibit karet. Pengajiran dilakukan dengan jarak tanam
60 cm x 40 cm x 40 cm. jarak antar kelompok adalah 60 cm, setiap kelompok
menanam dalam dua baris berjarak 40 cm antar barisan dan 40 cm dalam barisan.
Setelah itu bibit karet ditanam pada barisan yang telah disiapkan . Sebelum
penanaman, sebagian daun pada bibit-bibit tersebut dipotong agar rata dan
memudahkan penanaman.
Satu bedeng panjang diolah bersama
dengan kelompok lain untuk mempersiapkan bedeng pembibitan. Setelah gembur dan
rata dibuat alur, dan 10 benih karet yang telah diuji viabilitas dengan
memantulkan ke lantai ditanam di alur yang telah disiapkan. Benih karet masih
timbul dan terlihat pada permukaan tanah saat ditanam. Bagian yang terlihat
adalah bagian yang melengkung, sementara yang terlihat rata dibagian bawah
permukaan tanah.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Jumlah
benih : 10 butir
Jumlah
bibit (kongkoak) : 10 bibit
Waktu
mulai : 08.45
Waktu
selesai : 10.00
Jumlah
pekerja : 5 orang
HK = 5 orang x 1.15 jam
=
PK =
Pembahasan
Karet ditanam dengan sistem jarak tanam
pagar ganda yaitu 60 cm x 40 cm x 40 cm. Jarak tanam pagar biasa digunakan oleh
petani karet yang menanam dengan system tumpangsari. Tanaman tumpangsari akan
menjadi pagar atau mengapit tanaman utama. Jarak tanam pagar memungkinkan
tanaman karet mendapat sinar matahari secara optimal (Damanik et al. 2010). Jarak tanam ganda
digunakan agar tanaman yang ditanam di sela-sela karet seperti palawija atau
tanaman pangan mendapat cahaya matahari yang cukup (Janudianto et al. 2013).
Karet yang akan ditanampindahkan dari
polybag ke lahan biasanya dilakukan pemotongan pada bagian akar. Bagian akar
dipotong dengan tujuan untuk menyesuaikan panjang akar dengan lubang tanam.
Pemotongan bagian akar bibit memiliki pengaruh negatif salah satunya adalah
berkurangnya jangkauan dalam menyerap hara karena akar yang berfungsi hanya
sedikit.
Pembibitan
dengan cara tabela antar barisan diberi jarak 1 meter yang berfungsi sebagai
jalan untuk mempermudah kegiatan pemeliharaan bibit. Menurut Damanik et al. (2010), pada penyemaian benih
menggunakan kantong plastik, jalan selebar 75 cm dibuat setiap dua baris
kantong plastik untuk kegiatan perawatan tanaman.
Populasi
bibit per hektar dengan jarak tanam 60 cm x 40 cm x 40 cm pada luas lahan
efektif 80 % adalah 40 000 bibit. Perhitungan populasi/ha dapat dilihat pada
lampiran 1. Jumlah kecambah yang siap ditanam di areal pembibitan jika jumlah
benih 10 000 butir, benih afkir 10 %, daya berkecambah 90 % dan kecambah afkir
10 % sebanyak 7 290 benih kecambah. Luas
areal pembibitan dengan kondisi tersebut jika luas lahan efektif 80 % adalah 1
8 22.5 m2. Contoh perhitungan jumlah kecambah siap tanam dan luas
areal pembibitan dapat dilihat pada lampiran 2.
Bibit karet berkualitas tinggi didapatkan
dengan teknik perbanyakan dengan okulasi. Klon PB260, IRR118, RRIC100
dianjurkan sebagai batang atas dan bibit dari biji karet klon PB20, GT1, dan
RRIC100 sebagai batang bawah yang diambil dari pohon berumur lebih dari 10
tahun (Janudianto et al. 2013). Kayu
okulasi dapat diperoleh dengan cara memotong ranting-ranting pohon induk
tanaman karet. Dalam waktu 1-2 tahun ketika tunas-tunas baru sudah muncul dan
dapat dijadikan sebagai kayu okulasi. Ciri lainnya adalah saat kulit kayu sudah
bergabus (Damanik et al. 2010).
Praktikum penyemaian benih dan penanaman bibit
karet dilaksanakan oleh 5 orang praktikan pada pukul 08.45 dan selesai pada
pukul 10.00 WIB. Dari hasil kerja saat
praktikum diperoleh HK sebesar 0.821 HK. Prestasi kerja yang diperoleh untuk
penyemaian 10 benih dan 10 bibit karet adalah 24.361 benih/HK. Pada praktikum
seharusnya bibit karet yang ditanam sebanyak 20 bibit. Namun, kesalahan dalam pengukuran
lahan mengakibatkan jumlah lahan berkurang sehingga bibit yang ditanam hanya
berjumlah 10 bibit.
SIMPULAN
DAN SARAN
Simpulan
Pelaksanaan
pembibitan batang bawah telah dilakukan menggunakan polybag berisi tanah
sebagai alternatif kurangnya lahan yang dapat digunakan serta untuk memudahkan
perawatan dalam pembibitan. Pembangunan kebun entres diawali dengan pembuatan
satu teras untuk kebutuhan seluruh kelompok praktikum dan kemudian dibagi dan
dibuat bedengan 4 m x 1 m tiap kelompok dengan jarak baris 40 cm untuk
kebutuhan 20 bibit. Waktu yang dibutuhkan dalam pekerjaan pembibitan batang
bawah adalah 1 jam 15 menit dengan HK sebesar 0.821.
Saran
Lahan
yang disediakan harus lebih luas agar
tidak terjadi perebutan wilayah praktikum dan karet yang digunakan dalam
praktikum adalah bibit karet pilihan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C. 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Medan(ID).Pusat
penelitian Karet.
Damanik S, M.
Syakir, Made Tasma, dan Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Bogor
(ID) : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan.
Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani.
1994. Teknik Kultur, Pengenalan Dan
Petunjuk Perbanyakan Secara Vegetatif.Yogyakarta (ID):Kanisius.
Janudianto, Prahmono A, Napitupulu
H, dan Rahayu S. 2013. Panduan budidaya karet untuk petani skala kecil. Rubber cultivation
guide for small-scale farmers. Lembar Informasi AgFor 5. Bogor, Indonesia.
Bogor (ID): World Agroforestry Cebtre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program
Simanjuntak,
Faddalena. 2010. Teknik Okulasi Karet. Medan(ID): Balai Besar Perbenihan
dan Proteksi Tanaman Perkebunan.
Tim Penulis PS. 2007. Karet: Budidaya dan pengolahan, Strategi
Pemasaran. Jakarta(ID): Penebar Swadaya.
LAMPIRAN
Lampiran
1. Perhitungan soal nomor 4
Populasi/ha
jika jarak tanam 60 cm x 40 cm x 40 cm dengan luas lahan efektif 80 %
=
x
10 000 m2 = 8 000 m2
=
Lampiran
2. Perhitungan soal nomor 5
·
Kecambah yang siap ditanam di areal
pembibitan jika jumlah benih 10 000 butir, benih afkir 10 %, daya berkecambah
90 % dan kecambah afkir 10 %
benih
afkir =
sisa
benih = 10 000 – 1 000 = 9 000 benih
kecambah
afkir =
Benih
siap tanam = 8 100 – 810 = 7 290 benih
· Luas
areal pembibitan jika luas lahan efektif 80 %
Populasi =
luas areal (efektif)/jarak tanam
7 290 bibit =
1 458 m2 = luas areal (efektif)
Luas areal pembibitan =
=
1 822.5 m2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar