Cari Blog Ini

Sabtu, 12 Oktober 2013

PEMUDA SEBAGAI PILAR PERTANIAN ZAMRUD KHATULISTIWA



Oleh: Abdul Aris Pradana
Zamrud khatulistiwa, salah satu julukan Indonesia yang seharusnya benar, karena keadaan alamnya yang sangat bersahabat dimana hujan turun merata setiap tahun hampir di semua tempat di Indonesia, tanahnya sangat subur sehingga tumbuhan dapat tumbuh meskipun tidak dirawat, dan bukan untuk menyombongkan bangsa sendiri, Indonesia dapat dikatakan sebagai surganya flora dan fauna dunia, surganya makhluk-makhluk eksotis yang tidak akan kita temukan di belahan bumi lainnya. Tidak hanya alamnya tetapi juga masyarakat yang terkenal akan kekayaan budaya, kearifan lokal, tradisi, serta nilai-nilai keluhuran yang selalu dijunjung tinggi. Kenapa saya menggunakan kata seharusnya benar pada awal paragraf di atas? Alasannya adalah masih rendahnya rendahnya kebanggaan hakiki atas negeri sendiri. mungkin kita dapat mengaku bangga, bercerita panjang lebar tentang sumber daya alam dan manusia yang ada di Indonesia. Tetapi apakah hanya itu yang kita bisa? Kenapa kita tidak memanfaatkannya? Kenapa kita hanya diam saja dan baru berteriak ketika bangsa lain mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya kita? Kenapa kita baru melakukan demo ketika sawah-sawah kita diubah menjadi gedung-gedung pencakar langit?
Pertanian, sebuah kata dan kalimat yang sebenarnya tidak asing lagi bagi semua orang. Namun, pada kenyataannya begitu asing dan sangat langka ditemukan pada semangat generasi muda sekarang ini. Coba saja tanyakan cita-cita dan impian para penerus bangsa, maka jawaban mereka tidak jauh-jauh dari sarjana teknik, teknologi, dan informatika, atau bahkan pertambangan yang bila dilihat sekilas sangat menguntungkan dan juga sangat keren menurut mereka tentunya. Bukanlah sebuah hal yang mengherankan memang  bila kita akan kesulitan menemukan para pemuda yang memiliki dedikasi tinggi pada bidang pertanian, terlebih lagi yang memiliki impian mewujudkan ketahanan pangan Indonesia yang sesungguhnya, atau bahkan ingin membuat negeri ini menjadi rajanya pangan dunia, menjadi maharaja agraris.
Kenyataan yang ada sekarang ini, kebanyakan generasi muda takut berpanas-panasan, kurang peka, dan bahkan sama sekali tidak peduli terhadap pertanian negeri ini. Hal ini terjadi karena pola pikir sempit mereka, yang mereka pikirkan dan bayangkan adalah kotor, becek, dan miskin. Sesungguhnya pertanian itu memiliki cakupan bidang yang sangat luas. Bila mengutip pernyataan bapak Andi hakim Nasoetion, pertanian bukan hanya tentang kegiatan yang menyangkut padi dan sawah, tetapi semua kegiatan yang membutuhkan sinar matahari seperti peternakan, perikanan, kehutanan dan lain-lain. Tetapi apakah mereka tidak berpikir, tanpa adanya pertanian khususnya di bidang pangan apa yang akan mereka makan? Apakah mereka akan makan besi, baja, atau bahkan beton- beton perkotaan?. Tentu saja tidak, kita bukan manusia super atau makhluk asing. Kita tetap manusia yang menjadikan karbohidrat yang tentunya berasal dari produk pertanian sebagai sumber tenaga utama dalam aktivitas sehari-hari.
Tuhan Yang Maha Esa selalu menciptakan segala sesuatunya dengan adil. Seperti sebuah koin Yang memiliki dua sisi, Bila ada generasi muda yang kurang peka terhadap pertanian, ada juga para pahlawan pertanian bangsa dengan bidang pertanian dan cara yang beragam bersatu dalam sebuah tujuan pergerakan yang sama, membangun dan menjadikan pertanian Indonesia yang lebih baik lagi. Para pahlawan tersebut pada umumnya memiliki latar belakang keluarga yang bergerak di bidang pertanian, tetapi tidak sedikit juga diantara mereka yang sama sekali tidak memiliki latar belakang keluarga yang bergerak di bidang pertanian. Mereka adalah para idealis, yang lebih mementingkan kepentingan orang banyak dibandingkan diri sendiri. Mereka adalah para pemuda yang tergerak hatinya karena melihat gagal panen, kelaparan, gizi buruk, bahkan kematian terjadi dimana-mana akibat masalah kekurangan pangan. Lalu kemudian akan muncul pertanyaan yang ditujukan kepada mereka seperti “apakah mereka siap mengorbankan masa depan mereka yang cerah untuk membangun pertanian negeri yang sangat menyedihkan ini? ”. Pertanyaan seperti ini sebenarnya termasuk sulit untuk dijawab karena kesanggupan menjawab tergantung pada seberapa besar semangat individu tersebut untuk turut serta dalam membangun pertanian dan seberapa dalam individu tersebut mengerti tentang pertanian yang ada di sekitarnya. Mengapa kita tidak mulai bertanya pada diri kita masing-masing “Kenapa kita sebagai generasi muda, sebagai sarjana dan calon sarjana masa depan tidak mulai berpikir seberapa besar kontribusi kita untuk bangsa ini dalam membentu membangun pertanian bangsa?”.
            Nasib pertanian Indonesia berada pada pundak para generasi muda bangsa Indonesia. Bapak bangsa ini, Ir. Soekarno pernah berkata “ Beri aku 1000 orang tua maka akan aku cabut Semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda maka akan aku guncangkan dunia ”. Beliau juga pernah berkata dalam pidato berjudul “ Soal Hidup atau mati ” bahwa pertanian adalah soal hidup atau mati. Maksud beliau tentumya sudah jelas, kunci pertanian adalah pembangunan pertanian yang dilakukan oleh para pemuda bangsa. Akan tetapi dalam perjalanannya, ditemui batu sandungan berupa pola pikir yang keliru tentang pertanian. Selama batu sandungan bernama pola pikir yang keliru ini masih ada, sampai kiamat sekalipun negeri ini tidak akan pernah berubah, terus dan terus menjadi Negara nomor satu, nomor satu dalam prestasi mengimpor produk pertanian. Bukankah ini menyedihkan? Bila diibaratkan, kita seperti orang yang mati karena kelaparan di gudang makanan kaleng. Padahal pembuka kalengnya ada, tetapi kita tidak tahu cara menggunakannya untuk membuka kaleng.
            Pemuda Indonesia sekarang ini telah terikat pada pola pikir yang sangat dipengaruhi gengsi perkotaan. Seperti yang saya uraikan sebelumnya, mereka tidak memilki kebanggaan terhadap pertanian karena menurut mereka kurang keren dan mencerminkan kehidupan kaum melarat. Padahal itu salah besar! lihatlah Jepang dan Australia, pertanian mereka modern bukan? petani-petani mereka tidak kelihatan seperti kaum melarat bukan?. Apakah kita ingin menjadikan teknologi sebagai pembanding antara negara asing dan Negara kita? Atau bahkan, kita ingin menjadikan perubahan lingkungan sebagai alasan untuk tetap diam?. Para petani di negara asing mayoritasnya adalah sarjana sangat berbeda dengan para petani kita yang mayoritasnya tidak lulus sekolah dasar. Penyebab perbedaan status antara kedua petani bukan karena sedikitnya sarjana pertanian di Indonesia, akan tetapi hanya sedikit sarjana pertanian kita yang mau ikut membangun pertanian. Mereka lebih nyaman bekerja di kantor. Tetapi kita tidak bisa memaksa mereka untuk bekerja di bidang pertanian karena memilih pekerjaan adalah hak setiap individu. Hal yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi pilihan mereka adalah dengan meluruskan pola pikir dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya peran mereka, para pemuda dalam pembangunan pertanian yang lebih baik.
            Berhasil tidaknya pembangunan pertanian di Indonesia tidak hanya menjadi tanggung jawab sarjana pertanian. Mengapa demikian? Coba bayangkan pertanian sebagai sebuah tanaman yang berfotosintesis. Tanaman membutuhkan mineral dari dalam tanah, air, dan karbondioksida kemudian diproses menggunakan klorofil dibantu sinar matahari dan akhirnya menghasilkan gula dan uap air. Bagaimana jika salah satu komponen dalam proses fotosintesis tidak ada? Maka proses tersebut kurang efektif atau bahkan gagal. Begitu juga pertanian, Setiap tahunnya Indonesia memiliki sarjana-sarjana baru dengan bidang keahlian yang bervariasi mulai dari sarjana pertanian, ekonomi, teknik, teknologi dan masih banyak lagi sarjana-sarjana lainnya. Seperti halnya proses fotosintesis pada tanaman, pertanian juga demikian. Untuk mencapai tujuan pertanian yang diinginkan seperti swasembada pangan yang sesungguhnya, kita tidak bisa mengandalkan keahlian sarjana pertanian saja, Keahlian lain seperti teknologi yang dimiliki sarjana teknologi adalah hal yang sangat dibutuhkan untuk intensifikasi produksi pertanian. Selain itu juga peran para ahlinya bidang pemasaran produk pertanian sangat dibutuhkan untuk memberi keadilan harga kepada para petani. Sesungguhnya tidak hanya para sarjana yang saya uraikan diatas saja yang memiliki peran penting. Semua sarjana, calon sarjana maupun generasi muda yang tidak ataupun belum melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri memiliki peran penting masing-masing dan bisa dikatakan, kunci pembangunan pertanian itu dimiliki oleh setiap generasi muda dalam bentuk puzzle dan harus digabungkan untuk membuka gerbang bernama “pertanian masa depan”.
            Menggabungkan puzzle pembangunan pertanian memang bukan perkara mudah, namun bukanlah sesuatu yang mustahil. Kita dapat memulainya dari obrolan ringan sesama teman untuk menyatukan visi bila belum bisa mengajak mereka turun langsung ke lapang. Kemudian mulailah menunjukkan fakta-fakta pertanian negeri ini khususnya betapa menderitanya nasib para petani yang harus segera kita bantu. Saya yakin selama mereka adalah makhluk yang memiliki hati nurani bernama manusia pasti akan tergerak hatinya, meskipun untuk tergerak setiap orang punya lama waktu yang berbeda-beda. Setelah mereka tergerak mulailah turun ke lapang dan bantu para petani. Tahap ini sebenarnya tidak sesulit tahap menyadarkan orang lain, akan tetapi di tahap inilah keahlian dan pengetahuan kita diuji. Apa yang akan kita tanam? bagaimana cara kita menanam? Kapan kita menanam? Dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya.
            Indonesia memiliki kondisi tanah, iklim, cuaca serta kebiasaan masyarakat yang berbeda-beda tetapi hal tersebut bukanlah sebuah alasan untuk mempersulit pembangunan pertanian di negeri ini. Hal yang perlu dilakukan adalah mencermati keadaan lingkungan yang ada dan beradaptasi dalam menaman, memelihara, menjaga dan akhirnya memproduksi dan menjual hasil pertanian. Kita tidak mungkin menggunakan jaket berlapis-lapis di daerah panas bukan? atau lebih gila lagi, bertelanjang dada di kutub utara. Pertanian dapat dianalogikan seperti itu. Kita memiliki banyak varietas tanaman yang memiliki keunggulan masing-masing di lingkungan yang berbeda-beda. Coba saja menanam padi di pulau Biak yang tanahnya berbatu, tipis, dan sebagian besar tersusun atas batuan kapur ditambah lagi cuaca yang tidak menentu. Maka yang akan terjadi adalah kegagalan total. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang karateristik tanaman, tanah serta cuaca sangat dibutuhkan dan yang ahli dalam bidang tersebut tentunya bukan hanya ahli di bidang pertanian saja.
Para ahli muda pertanian dibutuhkan untuk meluruskan pandangan para petani dan “mengobati” penyakit latah petani. Penyakit latah petani yang saya maksudkan adalah kebiasaan mereka meniru keberhasilan petani di tempat lain yang belum tentu kondisi lingkungannya sama. Sebenarnya meniru itu bukanlah sesuatu yang salah, asal bukan hanya sekedar meniru cara mengolah tanah, varietas yang ditanam, dan cara merawatnya tetapi memahami apa yang dilakukan petani yang berhasil serta memahami kondisi lingkungan sendiri. Kemampuan beradaptasi terhadap kondisi yang ada, semangat untuk tetap bertahan dan berkarya, itu yang diperlukan. Seperti yang telah saya uraikan sebelumya, pertanian itu tidak hanya tentang padi dan sawah. Bagi yang memiliki kemampuan lebih di bidang lain, misalnya peternakan sebaiknya fokus mengembangkan bidang peternakan, jangan ikut-ikutan latah dengan memaksakan diri di bidang pertanian lain. Membantu memang sah-sah saja, tetapi prioritas utama adalah bidang keahlian kita sendiri.
            Cara terakhir yang masuk akal untuk merubah paradigma generasi muda adalah dengan memasukkan unsur masyarakat dalam kegiatan pendidikannya. Maksud saya adalah kegiatan praktikum yang diadakan langsung di lingkungan masyarakat, meminimalkan kegiatan praktikum di kampus ataupun sekolah agar tujuan dari pendidikan yang sesungguhnya yaitu membantu masyarakat lebih tepat arah. Saya yakin, walaupun pada awalnya mahasiswa ataupun pelajar tidak mau tetapi karena adanya ancaman bahwa nilai mereka tidak akan maksimal bila tidak dapat melakukan praktikum dengan baik. Seiring berjalannya waktu, kesadaran mereka akan terbangun dengan sendirinya dan dapat menjadi bagian dari pembangunan pertanian, membantu para petani tanpa pamrih.
            Pada akhirnya, mau tidak mau nasib pertanian bangsa ada di tangan para generasi muda, semakin cepat paradigma tentang pertanian yang identik dengan kotor, kemiskinan, dan kurang keren pada pikiran mereka berubah, semakin cepat pula pembangunan pertanian di Indonesia dapat terwujud. Semoga para generasi muda dapat menanamkan kepercayaan pada diri mereka bahwa kekayaan yang sesungguhnya bukan dari seberapa banyak harta yang dapat dikumpulkan, tetapi seberapa banyak kita dapat bermanfaat bagi orang lain karena masih banyak para petani yang membutuhkan bantuan para ahli-ahli pertanian masa depan. Dukungan dari semua pihak dukungan dari semua bidang keilmuan sangat dibutuhkan, entah itu teknik, informatika, ekonomi, hukum, dan lain-lain sangat dibutuhkan seperti analogi proses fotosintesis pada tanaman yang telah saya singgung pada paragraf sebelumnya. Satu hal yang tidak kalah penting adalah dukungan penuh dari pemerintah dalam memfasilitasi para pemegang kunci pertanian masa depan seperti pelatihan, penyediaan lahan belajar, penyediaan lapangan pekerjaan yang lebih baik di bidang pertanian, dan lain-lain. Semoga pertanian Indonesia semakin berjaya!