Cari Blog Ini

Kamis, 17 Juli 2014

LAPORAN PRAKTIKUM II ILMU TANAMAN PERKEBUNAN (AGH 341) PEMELIHARAAN KELAPA SAWIT: PENGENDALIAN GULMA PADA GAWANGAN


 


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
I. P ENDAHULUAN
Latar belakang
Dalam  budidaya kelapa sawit dibutuhkan pemeliharaan terutama pada saat TBM termasuk pemeliharaan gawangan kelapa sawit. Gawangan adalah area diantara titik tanam. Gawangan digunakan sebagai akses untuk pengangkutan buah dan perawatan tanaman.   Dalam budidaya kelapa sawit, gawangan harus selalu dipelihara agar bebas dari gulma.  Selain untuk menghindari persaingan dalam mendapatkan unsur hara antara tanaman dan gulma, pemeliharaan gawangan penting dilakukan untuk menghindari kerusakan tanaman akibat efek negatif gulma, mendukung kegiatan pemeliharaan tanaman lainnya, dan mempermudah kegiatan pengawasan dan panen pada fase tanaman menghasilkan. 
Pemeliharaan gawangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang terdapat di antara titik tanam baik itu dilakukan secara mekanis seperti babat layang, wiping, dan mendongkel anak kayu yang terdapat di gawangan,  maupun secara kimiawi dengan aplikasi herbisida.  Untuk tanaman yang berumur kurang dari 3 tahun, pemeliharaan gawangan sebaiknya dilakukan secara mekanis. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerusakan daun, karena penggunaan herbisida sangat berisiko merusak daun-daun muda tanaman. Pemeliharaan gawangan dilakukan dengan rotasi 3 bulan sekali atau 4 kali setiap tahun tergantung kebutuhan.  Umumnya, pada musim hujan rotasi pemeliharaan piringan dilakukan lebih rapat karena pertumbuhan gulma akan lebih cepat dibandingkan musim kemarau.
Tujuan
Praktikum bertujuan agar mahasiswa dapat memelihara kelapa sawit TBM 1-2 mencakup :
1.      Melaksanakan pengendalian gulma di gawangan kelapa sawit TBM 1-2
2.      Menentukan kebutuhan tenaga kerja dan waktu untuk pemeliharaan TBM kelapa sawit
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa sawit merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan penting penghasil minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Tanaman Sawit berasal dari Guinea (pantai barat Afrika). Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) termasuk dalam anggota famili Palmae yang merupakan golongan keras minyak nabati. Berdasarkan taksonominya, tanaman kelapa sawit termasuk dalam divisi Tracheophyta, kelas Angiospermae, subkelas Monocotyledoneae, ordo Cocoideae, famili Palmae, subfamili Elaeis, spesies Elaeis guineensis (Corley 1976).
Tingginya peranan kelapa sawit dalam perekonomian indonesia telah mendorong pemerintah dan pihak swasta berlomba – lomba untuk berperan dalam pengembangan kelapa sawit. Hal ini situnjukan dengan perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di  Indonesia. Data Departemen pertanian (2008) menunjukan terjadi peningkatan luas areal penanaman kelapa sawit selama 28 tahun, yaitu 290 000 ha pada tahun1980 menjadi 6 611 000 ha pada tahun 2008.
Kelapa sawit  merupakan penyumbang devisa negara yang cukup penting. Volume ekspor minyak kelapa sawit pada tahun 2007 mengalami peningkatan, yaitu menjadi 5.701.300 ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 1 062 215 (Direktorat Jendral Perkebunan 2009). Kelapa sawit termasuk tanaman berumah satu (monocious) yaitu tanaman yang memiliki bunga jantan dan bunga betina dalam satu tanaman. Kedua jenis bunga tersebut keluar dari ketiak pelepah daun dan berkembang secara terpisah. Bunga dapat menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang. Tanaman kelapa sawit dapat dibagi menjadi bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif terdiri dari akar, batang dan daun, sedangkan bagian generatif adalah bunga dan buah (Mangoensoekarjo dan Tojib 2003).
Pengendalian gulma adalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan secara intensif. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tingkat kompetisi gulma terhadap tanaman pokok dalam pemanfaatan unsur hara, air, cahaya, dan ruang-tumbuh serta memudahkan kontrol pekerjaan serta menekan populasi hama dan penyakit. Secara umum penurunan hasil tanaman akibat kehadiran gulma dapat mencapai 20-80% bila gulma tidak dikendalikan (Moenandir 1985).
Sastrosayono (2003) menjelaskan bahwapengendalian gulma di gawangan dengan cara mendongkel anak kayu dan keladi – keladi yang tumbuh digawangan dan membabat tidak boleh bersamaan waktu dengan dongkel anak kayu. Kegiatan dongkel anak kayu dilakukan untuk mencegah persaingan penyerapan unsur hara antara tanaman intidengan gulma pengganggu. Dalam kegiatan mendongkel diharuskan akar benar- benar terangkat agar mati.

III. BAHAN DAN M ETODE
Waktu dan Tempat
Waktu: 07.00 – 10.00 WIB
Hari dan tempat: Senin, 3 Maret 2014 bertempat di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga
Alat dan Metode
Alat :
1.      Sabit/parang (4 buah)
2.      Cados (1 buah)
3.      Ember (1 buah)
Metode Kerja:
1.      Lakukan babad layang (membabad gulma sampai pada ketinggian 20 cm dari permukaan tanah) untuk seluruh jenis gulma lunak yang ada di gawangan kelapa sawit TBM ?
2.      Berantas gulma-gulma berikut: Imperata cylindrical, Mikania micrantha, Lantana camara, Melastoma malabatricum, Clidemia hirta, dll.
3.      Lakukan dongkel anak kayu (DAK) terhadap semua jenis gulma berkayu dengan menggunakan alat cados (cangkul-dodos). Akar gulma harus tercabut dari dalam tanah, dibersihkan dari tanah dan diletakkan di gawangan mati.
4.      Catatlah waktu mulai dan waktu selesai bekerja kelompok untuk menghitung prestasi kerja seluruh kegiatan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Waktu Kerja                : 08.25-08.45 = 20 menit = 1/3 jam
Hari Kerja (HK)          : 5 orang x 1/3 jam = 5/3 jam = 1,67 jam/7 jam = 0,238 hk
Prestasi Kerja (PK)     : 4 pokok/0,238 hk = 16,8  pokok/ hk
                                     
Hasil diatas setara dengan
Kategori spesies gulma pada gawangan kelapa sawit :
·         Spesies gulma yang diberantas :
v  Sembung rambat (Mikania micrantha)
v  Putihan (Chromolaena odorata)
·         Spesies gulma yang dikendalikan :
v  Commelina benghalensis
v  Wedelia biflora
v  Tetracera indica
v  Mimosa invisa


Pembahasan
Gulma adalah tumbuhan yang mengganggu atau merugikan kepentingan manusia (Sembodo, 2010). Hal ini menyebabkan gulma harus dikendalikan sampai pada tingkat yang tidak menyebabkan kerugian. Pada praktikum ini, pengendalian gulma dilakukan pada gawangan kelapa sawit TBM 1-2. Gawangan merupakan area yang terdapat diantara barisan tanaman. Menurut Hakim (2007), gulma pada gawangan dikendalikan secara periodik 1-2 bulan sekali, dimaksudkan untuk mempermudah pemanenan atau petugas pemeliharaan tanaman bekerja.
Macam metode pengendalian yang diterapkan pada perkebunan antara lain cara mekanis atau kimia atau keduanya, dilakukan disekitar tanaman (piringan), kiri-kanan baris tanaman, menyeluruh (blanket), penyemprotan jalan panen pada kebun kelapa sawit, atau penyemprotan pada gulma-gulma tertentu saja (spot spraying). (Sembodo 2010). Pengendalian gulma pada praktikum ini dilakukan dengan cara mekanik. Metode mekanik yang digunakan untuk mengendalikan gulma pada gawangan kelapa sawit yaitu babat layang dan dongkel anak kayu (DAK).  Dongkel anak kayu (DAK) adalah kegiatan mencabut, mendongkel anak kayu, serta mengupas tunas/ kulit tunggul kayu yang masih segar di gawangan kelapa sawit (Risza 2010). Gulma yang terdapat pada gawangan yang dikendalikan dengan cara DAK adalah Tetracera indica, Chromolaena odorata, dan Mimosa invisa. Ketiga gulma tersebut dikendalikan dengan cara DAK karena merupakan gulma berkayu. Babad layang adalah membabad gulma sampai pada ketinggian 20 cm dari permukaan tanah. Gulma yang dikendalikan dengan cara ini adalah Wedelia biflora dan Commelina benghalensis. Kedua gulma ini hanya dikendalikan dengan babad layang karena keberadaannya tidak terlalu merugikan bagi tanaman kelapa sawit. Selain itu, kedua gulma tersebut merupakan jenis gulma lunak. Gulma penting lain yang terdapat pada gawangan kelapa sawit ini adalah sembung rambat (Mikania micrantha). Gulma ini tidak dikendalikan dengan cara babat layang karena keberadaannya sangat merugikan sehingga harus dihilangkan sampai ke akarnya dari area gawangan.
Pengendalian gulma di gawangan menetapkan kriteria W1 dan W2. Keberadaan gulma diperbolehkan ada karena pada area ini tidak terkonsentrasi perakaran tanaman kelapa sawit sehingga tidak terjadi persaingan sarana tumbuh, terutama hara. Pemupukan bagi tanaman kelapa sawit diberikan di sekitar piringan sehingga lain halnya dengan gawangan, piringan harus bersih dari gulma yaitu pada kriteria W0 agar tidak terjadi persaingan hara dan sarana tumbuh lainnya. Pada prinsipnya, daerah sekeliling pangkal batang (circle) harus bersih dari gulma apapun (clean weeding). Jalan panen (harvesting path) harus selalu terjaga agar tetap bersih (maksimal weed cover 30%). Gulma diperbolehkan tumbuh namun terkendali. Demikian juga daerah gawangan. Penyiangan bermaksud untuk mengurangi persaingan pada pengambilan unsur hara, udara, air, dan sinar matahari yang akan menyebabkan antara tanaman kelapa sawit terganggu pertumbuhannya (Hakim 2007).
Utomo (2007) menjelaskan bahwa gulma di perkebunan kelapa sawit telah diketahui sebagai salah satu faktor yang dapat menurunkan produksi kelapa sawit secra kualitatif dan kuantitatif. Kehadirannya akan menurunkan produksi karena kemampuan gulma dapat menyaingi pertumbuhan kelapa sawit. Selain  itu dapat mempersulit pemeliharaan tanaman termasuk didalam melakukan upaya pemungutan hasil.
Pengendalian gulma secara mekanis dengan cara dongkel anak kayu (DAK) dan babat layang menghabiskan waktu selama 20 menit. Pengendalian dilakukan oleh 5 orang menggunakan alat sabit dan cados (cangkul-dodos). Berdasarkan perhitungan hari kerja (HK) diperoleh HK sebesar 0,23857 dengan prestasi kerja (PK) sebesar 16,766 pokok tanaman kelapa sawit per hari kerja. Hasil ini setara dengan 8,51 hk/ha. Jika dibandingkan dengan prestasi kerja tenaga kerja di perkebunan maka prestasi kerja ini lebih tinggi. Pada perkebunan kelapa sawit, selective weeding pada areal gawangan secara manual. Rotasi penyiangan 3-4 bulan sekali, tergantung kondisi gulma. Penggunaan tenaga kerja 1-2 hk/ha/rotasi (Hakim 2007).

V. SIMPULAN

Pengendalian gulma di gawangan kelapa sawit TBM 1-2 dilakukan dengan cara mekanik. Metode mekanik yang digunakan untuk mengendalikan gulma pada gawangan kelapa sawit yaitu babat layang dan dongkel anak kayu (DAK) tergantung pada jenis gulma yang dikendalikan.  Babad layang adalah membabad gulma sampai pada ketinggian 20 cm dari permukaan tanah untuk Wedelia biflora dan Commelina benghalensis. Dongkel anak kayu (DAK) dilakukan untuk mendongkel anak kayu, serta mengupas tunas/ kulit tunggul kayu gulma yang masih segar di gawangan kelapa sawit seperti Tetracera indica, Chromolaena odorata, dan Mimosa invisa. Penggunaan tenaga kerja dan waktu yang dibutuhkan untuk pemeliharaan TBM kelapa sawit adalah 1-2 hk/ha/rotasi untuk selective weeding pada areal gawangan secara manual dengan rotasi penyiangan 3-4 bulan sekali, tergantung kondisi gulma.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Corley, R. H. V. 1976. Oil Palm Research, The Genus Elaies. Elsevier,        Amsterdam.    Press: Jakarta.
Hakim, Memet. 2007. Kelapa Sawit Teknis Agronomis dan Manajemennya (Tinjauan Teoritis dan Praktis). Jakarta : Lembaga Pupuk Indonesia.
Mangoensoekarjo, S dan A.T. Tojib 2005. Manajemen budidaya kelapa sawit, halm  1 – 318.Dalam S. Mangoensoekarjo dan H. Semangun (Eds). Manajememen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gajah Mada University press. Yogyakarta.
Moenandir J. 1985. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Rajawali: Jakarta
Risza, Suyatno. 2010. Masa Depan Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.
Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sembodo, Dad R.J.  2010. Gulma dan Pengelolaannya. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar