DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lalat buah (Bactrocera sp.) adalah hama yang banyak menyerang
buah-buahan dan sayuran. Anggota ordo Diptera, Famili Tephritidae tersebut
kerap menggagalkan panen yang dinanti petani buah dan sayur. Sayuran seperti
kubis dan seledri pun menjadi target serangan. Bahkan saai ini serangan lalat buah
meluas ke tanaman hias adenium dan aglaonema. Lalat buah berukuran 1-6 mm,
berkepala besar, berleher sangat kecil. Warnanya sangat bervariasi, kuning
cerah, oranye, hitam, cokelat, atau kombinasinya dan bersayap datar. Tepi ujung
sayap ada bercak-bercak coklat kekuningan. Abdomennya terdapat pita-pita hitam,
sedangkan pada thoraxnya terdapat bercak-bercak kekuningan. Ovipositornya
terdiri dari tiga ruas dengan bahan seperti tanduk yang keras. Jumlah telur
sekitar 50-100 butir. Setelah 2-5 hari, telur akan menetas dan menjadi larva.
Larva tersebut akan membuat terowongan di dalam buah dan memakan dagingnya
selama lebih kurang 4-7 hari. Larva yang telah dewasa meninggalkan buah dan
jatuh di atas tanah, kemudian membuat terowongan sedalam 2-5 cm dan berubah menjadi
pupa. Lama masa pupa 3-5 hari. Lalat dewasa keluar dari dalam pupa, dan kurang
dari satu menit langsung bisa terbang. Total daur hidupnya antara 23-34 hari,
tergantung cuaca. Dalam waktu satu tahun lalat ini diperkirakan menghasilkan
8-10 generasi. Lalat buah sering menyerang dan menghancurkan tanaman saat musim
penghujan karena kelembapan memicu pupa untuk keluar menjadi lalat dewasa Lalat
betina menusuk buah atau sayur mengunakan ovipositornya untuk meletakkan
telurnya dalam lapisan epidermis. Setelah telur menetas, larva akan menggerek
buah dan menyebabkan buah membusuk di bagian dalam. Bila diamati, pada buah
yang terserang akan tampak lubang kecil kehitaman bekas tusukan. Buah menjadi
rusak, lembek, busuk dan akhirnya rontok. Lalat buah juga meletakkan telurnya
tidak hanya di dalam buah, tetapi juga pada bunga dan batang. Batang yang
terserang menjadi benjolan seperti bisul sehingga buah yang dihasilkan
kecil-kecil dan menguning (Kurnianto 2013).
Tingginya harga buah dan sayuran
impor memberikan peluang bagi buah-buahan dan sayuran lokal untuk bersaing di
pasaran, namun karena kualitas buah dan sayuran yang masih rendah membuat
peluang tersebut terhambat. Salah satu penyebab rendahnya kualitas buah dan
sayuran lokal adalah adanya serangan hama lalat buah Bactrocera. Lalat
buah merupakan salah satu hama utama pada tanaman hortikultura, lebih dari 100
jenis tanaman hortikultura menjadi sasaran serangannya. Sekitar 40% larva lalat
buah juga hidup dan berkembang pada tanaman famili asteraceae (Compositae),
selebihnya hidup pada tanaman famili lainnya atau menjadi penggorok pada daun,
batang dan jaringan akar. Kerugian yang diakibatkannya bisa mencapai 30 – 60 %
(Kuswadi 2001).
Upaya untuk mendukung program
pengendalian antara lain :
1. Peraturan dan Kebijakan
Landasan
kebijaksanaan pemerintah dalam perlindungan tanaman didasarkan pada pendekatan
system PHT yang dibutuhkan dalam undang-undang Nomor 12 tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1995 tentang Sistem
Budidaya Tanaman dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/OT.210/9/1997
tentang Pedoman Pengendalian OPT.
2. Pembungkusan.
Pemberongsongan
dimaksudkan untuk mencegah serangan lalat buah betina dalam meletakkan telurnya
pada buah yang masih muda hingga buah menjelang tua/masak. Usaha pembungkusan
buah dalam areal kebun yang sangat luas, pohonnya tinggi dan berbuah lebat
untuk mencegah agar tidak terserang lalat buah adalah kurang praktis.
3. Pemerangkapan
Penggunaan
perangkap dengan umpan sebenarnya ditujukan untuk memantau populasi lalat buah
yang ada di lapangan atau mendeteksi spesies lalat buah. Pengendalian lalat
buah menggunakan perangkap dengan atraktan akan berhasil apabila perangkap
dipasang secara terus menerus dan dalam jumlah yang banyak. Atraktan yang
digunakan berupa bahan kimia sintetis yang dapat mengeluarkan bau atau aroma
makanan lalat buah seperti aroma buah atau bau wewangian berahi lalat betina.
Perangkap yang berisi atraktan yang sudah dicampur dengan insektisida akan
menarik lalat buah untuk masuk ke dalam perangkap karena aroma atraktan dan
akan menarik lalat buah untuk masuk ke dalam perangkap karena aroma atraktan
dan akan menyebankan lalat buah mati karena karena pengaruh insektisida.
Atraktan dapat pula diletakkan dalam perangkap yang diberi perekat sehingga
lalat buah yang tertarik pada atraktan akan mati karena menempel pada perangkap
tersebut.
4. Sanitasi
Bertujuan untuk
memutus atau mengganggu daur hidup lalat buah, sehingga perkembangan lalat
buah, sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi kebun dilakukan
dengan cara menggumpulkan buah-buah terserang, baik yang gugur maupun yang
masih berada dipohon, kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar atau dibenamkan
dalam tanah. Pengendalian lalat buah dengan cara sanitasi, hasilnya akan lebih
efektif apabila dilakukan oleh seluruh petani pada suatu hamparan yang cukup
luas dan secara bersamaan.
5. Pemanfaatan Musuh Alami.
Pengendalian
secara biologis (pemanfaatan musuh alami atau agens hayati) menggunakan
parasitoid maupun predator, untuk mengendalikan atau menekan populasi lalat
buah sudah banyak dilakukan, tetapi belum diterapkan di Indonesia. Malaysia
telah banyak memanfaatkan parasit dari famili Braconidae yang mempunyai potensi
parasitasi sebesar 57%, sedangkan di Italia potensinya 80-90%. Parasitoid yang
sudah diidentifikasi di Indonesia adalah Fopius (Biosteres sp)
dan Opius sp (famili Braconidae), Fopius sp dapat ditemukan pada
lalat buah yang menyerang mangga, belimbing dan jambu biji dengan parasitasi
5,17-10,31% sedangkan Opius sp banyak ditemukan pada lalat buah yang
menyerang mangga dengan tingkat parasitasi 0-6,8%. Diachasmimorpha kraussii (Hymenoptera
: Braconidae) dilaporkan sebagai parasitoid larva lalat buah Bactrocera
tryoni (Froggatt), B.neohumeralis, B cacuminata, B. Jarvisi, B.
Kraussi, B. Halforgiae dan B. Melas, dan beberapa spesies lalat buah
endemik lainnya di Australia.
6. Pengendalian Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan Ragi
pada Pertanaman Mangga
Pengendalian dengan
campuran air suling selasih dan ragi terhadap lalat buah pada tanaman mangga
dilakukan di Desa Jatipamor Majalengka. Mekanisme terperangkapnya B.
dorsalis ke dalam perangkap terlihat bahwa B. dorsalis yang masuk ke
dalam perangkap akan langsung terbang dan hinggap ke permukaan kapas yang telah
ditetesi atraktan. B. dorsalis tersebut selanjutnya akan berjalan-jalan
mengelilingi kapas dengan periode waktu yang tidak tertentu. Beberapa saat
kemudian B. dorsalis tersebut terbang berputar-putar dan berusaha
hinggap di dinding bagian dalam perangkap (Kardinan et al. 1999). Berdasarkan pengamatan di lapangan selama 8 kali
pengamatan. Perlakuan kontrol (air suling selasih) hanya dapat menarik B.
dorsalis jantan saja, hal ini menunjukan bahwa B. dorsalis jantan
sangat tertarik pada metil eugenol yang terkandung dalam air suling selasih.
Perlakuan yang menggunakan pencampuran ragi dengan air suling selasih terdapat
beberapa perlakuan yang dapat menangkap B. dorsalis betina, hal ini
menunjukan bahwa ragi mengandung protein yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan
maupun betina sebagai makanannya. Putra (1997) menyatakan bahwa protein
dibutuhkan lalat buah untuk kematangan seksual dan produksi telurnya.
7. Pengendalian Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan Bunga Spathiphyllum sp. pada Pertanaman Jambu
Pemakaian air
suling bunga Spathiphyllum sp. sebagai bahan campuran untuk air suling
selasih yang digunakan untuk atraktan lalat buah menimbulkan efek antagonis
terhadap tangkapan lalat buah.
Metil eugenol merupakan zat yang
bersifat volatile atau menguap dan melepaskan aroma wangi. Metil eugenol
adalah turunan dari eugenol. Eugenol memiliki nama lain yaitu: 2-metoksi-4-(propenil)
fenol, 4-allil-2-metoksi-fenol, alliguakol,
asam eugenat, asam kariofilat. Rumus molekul metil eugenol adalah C6H12O2
dengan bobot molekul 164,20, atom C 73,14%; H 7,37%; O 19,49% terdapat dalam
berbagai bahan alami baik pada ekstrak daun dan bunga selasih (Tan 2006). Sifat
fisik dari metil eugenol yaitu cairan yang berwarna kuning muda atau tidak
berwarna, akan menjadi gelap jika lama terkena udara (oksidasi). Berbau seperti
cengkeh dan rasanya tajam eugenol termasuk senyawa terpen. Terpen merupakan
molekul paling lemah dan mudah menguap. Tingkah laku serangga seperti mencari
makanan, meletakkan telur, dan berhubungan seksual dikendalikan dan dirangsang
oleh bahan kimia yang dikenal sebagai semiocemicals. Salah satu dari semiocemicals
yang dapat merangsang alats ensdorik (olfactory) serangga adalah
metil eugenol yang merupakan attractan lalat buah. Pengguaan attractant
dengan menggunakan bahan metal eugenol merupakan pengendali yang ramah
lingkungan dan telah terbukti efektif (Kardinan 2003). Metil eugenol merupakan food
lure atau bahan makanan yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan untuk
dikonsumsi. Jika mencium aroma metal eugenol, lalat buah berusaha untuk mencari
sumber aroma tersebut dan memakannya. Radius attractant dari metal
eugenol ini mencapai 20-100 m, tetapi jika dibantu angin, jangkauan dapat
mencapai 3 km (Kardinan 2003). Dalam tubuh lalat buah jantan, metil eugenol
diproses menjadi zat pemikat yang berguna dalam proses perkawinan. Dalam proses
perkawinan tersebut, lalat buah betina memilih lalat buah jantan yang telah
mengkonsumsi metil eugenol karena lalat buah jantan tersebut mampu mengeluarkan
aroma yang berfungsi sebagai sex pheromone (daya pikat seksual)
(Kardinan 2003). Hasil metabolis ini disimpan rectal gland kemudian
dilepaskan pada waktu kawin pada sore hari sebagai komponen sex pheromone (Tan
2006). Sex pheromone tidak selalu dihasilkan oleh serangga betina. Pheromone
bukan menghasilkan respon terhadap seks saja, tetapi juga menghasilkan
senyawa-senyawa lainnya.
Methyl
Eugenol
merupakan senyawa kimia organik yang mempunyai aroma khas mirip feromon
(bau-bauan yang dikeluarkan oleh lalat betina). Bahan berbentuk cairan bening
itu dijadikan umpan untuk menarik kehadiran lalat buah jantan. Caranya, kapas
yang sebelumnya sudah ditetesi insektisida ditetesi Methyl Eugenol,
kemudian ditaruh dalam botol aqua. Perangkap dari botol itu lalu digantungkan
pada cabang pohon mangga. Lalat buah jantan yang mencium aroma Methyl
Eugenol akan datang memasuki botol perangkap, karena mengira ada lalat
buah betina di dalamnya. Lalat itu akan mengerumuni kapas sumber bau. Dan
karena kapas itu juga beracun (karena ditetesi insektisida) semakin lama lalat menghisap feromon akan semakin banyak juga racun
yang masuk ke dalam tubuhnya, hingga akhirnya mati (Kuderi 2013).
Tujuan
Mengidentifikasi
berbagai jenis lalat buah (Bractocera
sp.) dari hasil monitoring menggunakan atraktan Methyl Eugenol
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Methyl eugenol 2 ml dengan merek
dagang petrogenol, pestisida 2 ml dengan merek dagang Decis 2,sec, kapas,
kertas label, kawat penggantung, plastik, dan pohon
belimbing di sekitar pool bis IPB. Sedangkan alat yang digunakan meliputi jarum
suntik plastik, perangkap yang terbuat dari toples kecil yang kedua ujungnya
diberi lubang sebagai jalur masuk bagi serangga yang tertarik.
Metode
Praktikum
ini diawali dengan membuat perangkap yang terbuat dari wadah plastik yang
bagian bawah dan atasnya dilubangi dengan diameter ± 3 cm. Namun dalam
praktikum ini prangkap sudah siap pakai yaitu sudah dilengkapi kawat
penggantung dan kait untuk kapas atraktan. Disisi yang berhadapan dengan kawat
yang digantung, dilubangi sebanyak 3 lubang untuk tempat mengalir air hujan
yang masuk kedalam perangkap. Pada saat pemakaian, wadah plastik dimiringkan
sehingga lubang terletak pada bagian kanan kiri.
Kapas dibasahi dengan 0,25 ml Methyl eugenol untuk wadah plastik pertama dan kedua, masing-masing ditambahkan pestisida sebanyak 0,25 ml. Pestisida berfungsi untuk membunuh lalat buah yang terperangkap.
Kapas dibasahi dengan 0,25 ml Methyl eugenol untuk wadah plastik pertama dan kedua, masing-masing ditambahkan pestisida sebanyak 0,25 ml. Pestisida berfungsi untuk membunuh lalat buah yang terperangkap.
Perangkap yang
telah diberi atraktan dan pestisida selanjutnya dipasang di tempat pengamatan
yaitu di pohon belimbing dekat pool bis IPB. Setelah 3 hari perangkap tersebut
diambil dan dihitung serta dilakukan identifikasi terhadap serangga yang
berhasil terperangkap di alat ini. Hasil
identifikasi selanjutnya dijadikan data dalam mengetahui jenis serangga yang
berada di sekitar pertanaman belimbing.
HASIL
Tabel Pengamatan jumlah dan karakter Bactrocera spp.
Spesies Bactocera
|
1
(Jambu biji
& Pepaya)
|
2 (belimbing)
|
3 (mengkudu)
|
4
(Jambu &
Rambutan)
|
5 (belimbing)
|
Karakteristik morofologi
|
B.carambolae
|
5 & 0
|
0
|
0
|
3 & 1
|
0
|
Pita kuning
agak lebar di toraks, ada titik hitam di tungkai, terdapat pola “T” pada
abdomen, pada tergum terdapat pola segiempat berwarna kehitaman
|
B. papaya
|
0 & 18
|
0
|
3
|
1 & 7
|
0
|
lebar pola kosta sayap tepat pada R2+3 kemudian
memanjang melewati ujung R2+3 dan R4+5 sampai sekitar ujung sayap; panjang
aedeagusnya 3.0 mm.
|
PEMBAHASAN
Spesies yang paling banyak ditemui
pada praktikum adalah B. papayae yaitu
18 ekor pada pepaya, 3
ekor pada mengkudu, 1
ekor pada jambu dan 7 pada rambutan. B.carambolae
menjadi spesies kedua yang
ditemukan terbanyak pada praktikum, yaitu
5 ekor pada jambu biji, 3 ekor pada jambu dan 1 ekor pada
rambutan.Kehadiran beberapa spesies Bactrocera Menurut Widarto (1996) adalah hal yang normal
karena
dari semua golongan
lalat buah yang teridentifikasi,
lalat buah Bactrocera (dacus)
merupakan hama keluarga diptera utama yang merusak buah-buahan di Indonesia.
Kehadiran lalat buah pada buah pada suatu habitat
dipengaruhi oleh adanya suatu variasi bau makanan, warna, rasa dan ukuran buah
yang disukai oleh lalat tersebut. Prokopy et al. (1996) dan Jevremovic (1999) dalam Artayasa et al. (2000) menyatakan bahwa stimulus yang
mengarahkan serangan lalat buah adalah bau makanan, kombinasi bau, warna dan
ukuran bau. Akan tetapi kehadiran dan serangan lalat buah pada buah-buahan
dapat di pengaruhi oleh adanya struktur kulit buah yang keras, liat dan tebal yang
menyulitkan serangan lalat buah untuk dapat menusukkan telurnya ke dalam daging
buah, seperti dinyatakan oleh Putra (1997) bahwa spesies lalat buah menyerang
tanaman inangnya yang mempunyai tekstur permukaan buah yang tidak keras atau
lunak. Tanaman disekitar perangkap sebagian besar bertekstur lunak seperti
jambu, jambu biji, belimbing, dan mengkudu sehingga memungkinkan datangnya Bactrocera, berbeda halnya dengan rambutan yang
berkulit keras. Tidak ditemukannya Bactrocera pada
pohon belimbing pada perangkap dua kelompok disebabkan oleh belum terdapat buah
matang pada kebun belimbing dan ditemukannya Bactrocera
pada
pohon rambutan dimungkinkan karena
terdapat pohon jambu yang
berbuah didekatnya.
Bactrocera yang ditemukan dalam praktikum dan diidentifikasi
adalah berjenis kelamin jantan. Ciri-ciri yang membedakan antara lalat buah Bactrocera dorsalis jantan dan Bactrocera dorsalis betina adalah pada
ujung abdomen lalat buah jantan tidak terdapat ovipositor, sedangkan lalat buah
betina memiliki ovipositor. Ovipositor ini digunakan sebagai alat peletakan
telur pada lalat betina. Kuswandi (2001) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa jenis lalat buat buah
yang tertangkap dengan menggunakan perangkap beratraktan metil euganol adalah
lalat buah Bactrocera dorsalis jantan
karena pada dasarnya Methyl
Eugenol merupakan senyawa kimia organik yang mempunyai
aroma khas mirip feromon (bau-bauan yang dikeluarkan oleh lalat betina).
Indonesia dianugerahi oleh berbagai macam tanaman, baik tanaman pangan,
hortikultura maupun tanaman keras (tahunan). Keanekaragaman tersebut
mengakibatkan jumlah spesies serangga yang dapat ditemukan di Indonesia sangat
banyak. Lalat buah termasuk jenis serangga yang diuntungkan dengan
keanekaragaman tanaman (Putra et
al. 1997).
Tanaman buah seperti
belimbing pada umumnya dapat dijumpai beberapa spesies dari
lalat buah yaitu Bactrocera carambolae
dan Bactrocera dorsalis (Muniappan et al. 2012). Kisaran inang yang luas
menyebabkan dalam satu tanaman terdapat beberapa spesies dari Bactrocera
misalnya B. invadens menyerang inang
seperti tanaman mangga, jambu, jeruk dan B.
papayae menyerang mangga dan jeruk juga (Foottit & Adler 2009: Suputa
et al. 2010). Lapisan kulit buah juga sangat mempengaruhi kehadiran Bactrocera dimana
pada perkebunan buah berkulit lunak seperti belimbing dan jambu sering
ditemukan serangan hama ini.
Methyl eugenol merupakan senyawa bersifat atraktan
yang diaplikasikan untuk lalat buah (Diptera: Tephritidae). Metil eugenol ini
terdapat pada beberapa jenis tumbuhan yaitu Melaleuca (Melaleuca bracteata) dan selasih (Ocimum spp.). Kedua tanaman tadi menghasilkan minyak atsiri yang
mengandung metil eugenol melalui proses penyulingan. Tanaman Melaleuca
menghasilkan minyak atsiri yang mengandung metil eugenol sekitar 80%, sedangkan
pada tanaman selasih dihasilkan sebanyak 63% (Destina 2013).
Bangun (2012) dalam penelitiannya menguji daya tarik
atraktan Petrogenol dan Metilat terhadap Lalat buah ( B. dorsalis Hend.) pada tanaman jeruk ( Citrus sinensis L.) pada desa Simpangempat, Kabupaten Karo. Parameter
yang digunakan adalah jumlah lalat terperangkap dan jumlah buah gugur akibat serangan
lalat buah pada pohon jeruk yang diberi perangkap. Persentasi berkurangnya serangan
lalat buah dengan parameter berkurangnya buah yang gugur adalah sebesar 32,21%
untuk perangkap dengan Petrogenol dan 23, 12% untuk Metilat. Besarnya persentasi
ini membuktikan bahwa selain penggunaan Methyl ugenol ( Metilat) sebagai
atraktan, Petrogenol juga dapat menjadi atraktan yang dapat menarik perhatian
lalat buah Bactrocera.
SIMPULAN
Lalat
buah (Bractocera sp.) yang didapat
dan diidentifikasi dari hasil monitoring menggunakan atraktan Methyl Eugenol pada beberapa lokasi yang terdapat tanaman buah-buahan
seperti belimbing, jambu, jambu biji, mengkudu, dan rambutan adalah B. papayae dan B.carambolae jantan yang tertarik pada Methyl Eugenol yang dianggap sebagai feromon kawin dari betina.
DAFTAR PUSTAKA
Artayasa,
et al .
2000. Spesies dan Inang Lalat Buah Pada
Buah Yang Diperdagangkan di Pasar Baratais Sweta. Laporan Penelitian.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.
Bangun F A. 2012.
Jenis
atraktan petrogenol dan metilat serta perbedaan bentuk perangkap dalam mengendalikan lalat buah ( Bactrocera
dorsalis Hend.) pada tanaman jeruk di
lapangan.Repository.
Universitas Sumatra Utara.
Destina Y. 2013. Metil eugenol sebagai
perangkap lalat buah [internet]. [diunduh 2014 Mei 07]. Tersedia pada http://balittra.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1197&Itemid=10.
Foottit Rg, Adler PH. 2009. Insect Biodiversity: Science and Society.
United States: Blackwell Publishing.
Kardinan. 2003. Pengendalian Hama Lalat Buah. Bogor (ID):
Agromedia Pustaka.
Kardinan
A M. Iskandar, S. Rusli, dan Makmun. 1999. Potensi daun selasih (Ocimum
sanctum) sebagai atraktan nabati untuk pengendali hama lalat buah Bactrocera
dorsalis [Makalah] Forum Komunikasi
Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat. Bogor, 9-10 November 1999.
Kuderi. 2013. Mengurangi populasi lalat buah dengan methyl eugenol [Internet]. [diunduh 2014 Mei 6]. Tersedia pada http://nahjoy.com/2013/12/21/mengurangi-populasi-lalat-buah-dengan-methyl-eugenol/
Kurnianti N. 2013. Lalat buah (Bactrocera sp.) [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 6]. Tersedia pada http://www.tanijogonegoro.com/2013
/05/lalat-buah.html.
Kuswandi A N. 2001. Pengendalian
terpadu hama lalat buah di sentra produksi mangga Kabupaten Takalar dengan
teknik serangga mandul (TSM) [Makalah] disampaikan pada Apresiasi
Penerapan Teknologi Pengendalian Lalat Buah. Cisarua, 22 mei 2013.
Muniappan R, Shepard BM, Carner GR, Ooi
PAC. 2012. Arthropod Pests of
Horticultural Crops in Tropical Asia. London: CABI.
Putra
NS. 1997. Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya.
Yogyakarta (ID): Kanisius
Suputa, Trisyono A, Martono E, Siwi SS.
2009. Update on the host range of different species of fruit flies in
Indonesia. Jurnal Perlindungan Tanaman.
16(2): 62-75.
Tan HK, dan Alvin Kah-Wei Hee. 2006. Transport of methyl
eugenolderived sex pheromonal components in the male fruit fly. Bactrocera dorsalis. Comparative
Abiocemistry and Physikology Part C: Toxicology & Pharmacology. 143(1):
422-428.
Widarto. H.T, 1996. Daur
Hidup Lalat Buah Bactrocera carambolae (Drew and Hancock) Pada Kondisi
Laboratorium. Tugas Akhir. Institut Tekhnologi Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar