Cari Blog Ini

Kamis, 17 Juli 2014

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU HAMA TUMBUHAN DASAR PERCOBAAN ATRAKTAN


 


DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014




PENDAHULUAN

Latar Belakang
Lalat buah (Bactrocera sp.) adalah hama yang banyak menyerang buah-buahan dan sayuran. Anggota ordo Diptera, Famili Tephritidae tersebut kerap menggagalkan panen yang dinanti petani buah dan sayur. Sayuran seperti kubis dan seledri pun menjadi target serangan. Bahkan saai ini serangan lalat buah meluas ke tanaman hias adenium dan aglaonema. Lalat buah berukuran 1-6 mm, berkepala besar, berleher sangat kecil. Warnanya sangat bervariasi, kuning cerah, oranye, hitam, cokelat, atau kombinasinya dan bersayap datar. Tepi ujung sayap ada bercak-bercak coklat kekuningan. Abdomennya terdapat pita-pita hitam, sedangkan pada thoraxnya terdapat bercak-bercak kekuningan. Ovipositornya terdiri dari tiga ruas dengan bahan seperti tanduk yang keras. Jumlah telur sekitar 50-100 butir. Setelah 2-5 hari, telur akan menetas dan menjadi larva. Larva tersebut akan membuat terowongan di dalam buah dan memakan dagingnya selama lebih kurang 4-7 hari. Larva yang telah dewasa meninggalkan buah dan jatuh di atas tanah, kemudian membuat terowongan sedalam 2-5 cm dan berubah menjadi pupa. Lama masa pupa 3-5 hari. Lalat dewasa keluar dari dalam pupa, dan kurang dari satu menit langsung bisa terbang. Total daur hidupnya antara 23-34 hari, tergantung cuaca. Dalam waktu satu tahun lalat ini diperkirakan menghasilkan 8-10 generasi. Lalat buah sering menyerang dan menghancurkan tanaman saat musim penghujan karena kelembapan memicu pupa untuk keluar menjadi lalat dewasa Lalat betina menusuk buah atau sayur mengunakan ovipositornya untuk meletakkan telurnya dalam lapisan epidermis. Setelah telur menetas, larva akan menggerek buah dan menyebabkan buah membusuk di bagian dalam. Bila diamati, pada buah yang terserang akan tampak lubang kecil kehitaman bekas tusukan. Buah menjadi rusak, lembek, busuk dan akhirnya rontok. Lalat buah juga meletakkan telurnya tidak hanya di dalam buah, tetapi juga pada bunga dan batang. Batang yang terserang menjadi benjolan seperti bisul sehingga buah yang dihasilkan kecil-kecil dan menguning (Kurnianto 2013).
           Tingginya harga buah dan sayuran impor memberikan peluang bagi buah-buahan dan sayuran lokal untuk bersaing di pasaran, namun karena kualitas buah dan sayuran yang masih rendah membuat peluang tersebut terhambat. Salah satu penyebab rendahnya kualitas buah dan sayuran lokal adalah adanya serangan hama lalat buah Bactrocera. Lalat buah merupakan salah satu hama utama pada tanaman hortikultura, lebih dari 100 jenis tanaman hortikultura menjadi sasaran serangannya. Sekitar 40% larva lalat buah juga hidup dan berkembang pada tanaman famili asteraceae (Compositae), selebihnya hidup pada tanaman famili lainnya atau menjadi penggorok pada daun, batang dan jaringan akar. Kerugian yang diakibatkannya bisa mencapai 30 – 60 % (Kuswadi 2001).

             Upaya untuk mendukung program pengendalian antara lain :
1. Peraturan dan Kebijakan
Landasan kebijaksanaan pemerintah dalam perlindungan tanaman didasarkan pada pendekatan system PHT yang dibutuhkan dalam undang-undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1995 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/OT.210/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT.
2. Pembungkusan.
Pemberongsongan dimaksudkan untuk mencegah serangan lalat buah betina dalam meletakkan telurnya pada buah yang masih muda hingga buah menjelang tua/masak. Usaha pembungkusan buah dalam areal kebun yang sangat luas, pohonnya tinggi dan berbuah lebat untuk mencegah agar tidak terserang lalat buah adalah kurang praktis.
3. Pemerangkapan
Penggunaan perangkap dengan umpan sebenarnya ditujukan untuk memantau populasi lalat buah yang ada di lapangan atau mendeteksi spesies lalat buah. Pengendalian lalat buah menggunakan perangkap dengan atraktan akan berhasil apabila perangkap dipasang secara terus menerus dan dalam jumlah yang banyak. Atraktan yang digunakan berupa bahan kimia sintetis yang dapat mengeluarkan bau atau aroma makanan lalat buah seperti aroma buah atau bau wewangian berahi lalat betina. Perangkap yang berisi atraktan yang sudah dicampur dengan insektisida akan menarik lalat buah untuk masuk ke dalam perangkap karena aroma atraktan dan akan menarik lalat buah untuk masuk ke dalam perangkap karena aroma atraktan dan akan menyebankan lalat buah mati karena karena pengaruh insektisida. Atraktan dapat pula diletakkan dalam perangkap yang diberi perekat sehingga lalat buah yang tertarik pada atraktan akan mati karena menempel pada perangkap tersebut.
4. Sanitasi
Bertujuan untuk memutus atau mengganggu daur hidup lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi kebun dilakukan dengan cara menggumpulkan buah-buah terserang, baik yang gugur maupun yang masih berada dipohon, kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar atau dibenamkan dalam tanah. Pengendalian lalat buah dengan cara sanitasi, hasilnya akan lebih efektif apabila dilakukan oleh seluruh petani pada suatu hamparan yang cukup luas dan secara bersamaan.
5. Pemanfaatan Musuh Alami.
Pengendalian secara biologis (pemanfaatan musuh alami atau agens hayati) menggunakan parasitoid maupun predator, untuk mengendalikan atau menekan populasi lalat buah sudah banyak dilakukan, tetapi belum diterapkan di Indonesia. Malaysia telah banyak memanfaatkan parasit dari famili Braconidae yang mempunyai potensi parasitasi sebesar 57%, sedangkan di Italia potensinya 80-90%. Parasitoid yang sudah diidentifikasi di Indonesia adalah Fopius (Biosteres sp) dan Opius sp (famili Braconidae), Fopius sp dapat ditemukan pada lalat buah yang menyerang mangga, belimbing dan jambu biji dengan parasitasi 5,17-10,31% sedangkan Opius sp banyak ditemukan pada lalat buah yang menyerang mangga dengan tingkat parasitasi 0-6,8%. Diachasmimorpha kraussii (Hymenoptera : Braconidae) dilaporkan sebagai parasitoid larva lalat buah Bactrocera tryoni (Froggatt), B.neohumeralis, B cacuminata, B. Jarvisi, B. Kraussi, B. Halforgiae dan B. Melas, dan beberapa spesies lalat buah endemik lainnya di Australia.
6. Pengendalian Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan Ragi pada Pertanaman Mangga
Pengendalian dengan campuran air suling selasih dan ragi terhadap lalat buah pada tanaman mangga dilakukan di Desa Jatipamor Majalengka. Mekanisme terperangkapnya B. dorsalis ke dalam perangkap terlihat bahwa B. dorsalis yang masuk ke dalam perangkap akan langsung terbang dan hinggap ke permukaan kapas yang telah ditetesi atraktan. B. dorsalis tersebut selanjutnya akan berjalan-jalan mengelilingi kapas dengan periode waktu yang tidak tertentu. Beberapa saat kemudian B. dorsalis tersebut terbang berputar-putar dan berusaha hinggap di dinding bagian dalam perangkap (Kardinan et al. 1999). Berdasarkan pengamatan di lapangan selama 8 kali pengamatan. Perlakuan kontrol (air suling selasih) hanya dapat menarik B. dorsalis jantan saja, hal ini menunjukan bahwa B. dorsalis jantan sangat tertarik pada metil eugenol yang terkandung dalam air suling selasih. Perlakuan yang menggunakan pencampuran ragi dengan air suling selasih terdapat beberapa perlakuan yang dapat menangkap B. dorsalis betina, hal ini menunjukan bahwa ragi mengandung protein yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan maupun betina sebagai makanannya. Putra (1997) menyatakan bahwa protein dibutuhkan lalat buah untuk kematangan seksual dan produksi telurnya.
7. Pengendalian Lalat Buah dengan Campuran Air Suling Selasih dan Bunga Spathiphyllum sp. pada Pertanaman Jambu
Pemakaian air suling bunga Spathiphyllum sp. sebagai bahan campuran untuk air suling selasih yang digunakan untuk atraktan lalat buah menimbulkan efek antagonis terhadap tangkapan lalat buah.

            Metil eugenol merupakan zat yang bersifat volatile atau menguap dan melepaskan aroma wangi. Metil eugenol adalah turunan dari eugenol. Eugenol memiliki nama lain yaitu: 2-metoksi-4-(propenil) fenol, 4-allil-2-metoksi-fenol, alliguakol, asam eugenat, asam kariofilat. Rumus molekul metil eugenol adalah C6H12O2 dengan bobot molekul 164,20, atom C 73,14%; H 7,37%; O 19,49% terdapat dalam berbagai bahan alami baik pada ekstrak daun dan bunga selasih (Tan 2006). Sifat fisik dari metil eugenol yaitu cairan yang berwarna kuning muda atau tidak berwarna, akan menjadi gelap jika lama terkena udara (oksidasi). Berbau seperti cengkeh dan rasanya tajam eugenol termasuk senyawa terpen. Terpen merupakan molekul paling lemah dan mudah menguap. Tingkah laku serangga seperti mencari makanan, meletakkan telur, dan berhubungan seksual dikendalikan dan dirangsang oleh bahan kimia yang dikenal sebagai semiocemicals. Salah satu dari semiocemicals yang dapat merangsang alats ensdorik (olfactory) serangga adalah metil eugenol yang merupakan attractan lalat buah. Pengguaan attractant dengan menggunakan bahan metal eugenol merupakan pengendali yang ramah lingkungan dan telah terbukti efektif (Kardinan 2003). Metil eugenol merupakan food lure atau bahan makanan yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan untuk dikonsumsi. Jika mencium aroma metal eugenol, lalat buah berusaha untuk mencari sumber aroma tersebut dan memakannya. Radius attractant dari metal eugenol ini mencapai 20-100 m, tetapi jika dibantu angin, jangkauan dapat mencapai 3 km (Kardinan 2003). Dalam tubuh lalat buah jantan, metil eugenol diproses menjadi zat pemikat yang berguna dalam proses perkawinan. Dalam proses perkawinan tersebut, lalat buah betina memilih lalat buah jantan yang telah mengkonsumsi metil eugenol karena lalat buah jantan tersebut mampu mengeluarkan aroma yang berfungsi sebagai sex pheromone (daya pikat seksual) (Kardinan 2003). Hasil metabolis ini disimpan rectal gland kemudian dilepaskan pada waktu kawin pada sore hari sebagai komponen sex pheromone (Tan 2006). Sex pheromone tidak selalu dihasilkan oleh serangga betina. Pheromone bukan menghasilkan respon terhadap seks saja, tetapi juga menghasilkan senyawa-senyawa lainnya.
           Methyl Eugenol merupakan senyawa kimia organik yang mempunyai aroma khas mirip feromon (bau-bauan yang dikeluarkan oleh lalat betina). Bahan berbentuk cairan bening itu dijadikan umpan untuk menarik kehadiran lalat buah jantan. Caranya, kapas yang sebelumnya sudah ditetesi insektisida ditetesi Methyl Eugenol, kemudian ditaruh dalam botol aqua. Perangkap dari botol itu lalu digantungkan pada cabang pohon mangga. Lalat buah jantan yang mencium aroma Methyl Eugenol akan datang memasuki botol perangkap, karena mengira ada lalat buah betina di dalamnya. Lalat itu akan mengerumuni kapas sumber bau. Dan karena kapas itu juga beracun (karena ditetesi insektisida) semakin lama lalat menghisap feromon akan semakin banyak juga racun yang masuk ke dalam tubuhnya, hingga akhirnya mati (Kuderi 2013).

Tujuan
Mengidentifikasi berbagai jenis lalat buah (Bractocera sp.) dari hasil monitoring menggunakan atraktan Methyl Eugenol


BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu Methyl eugenol 2 ml dengan merek dagang petrogenol, pestisida 2 ml dengan merek dagang Decis 2,sec, kapas, kertas label, kawat penggantung, plastik, dan pohon belimbing di sekitar pool bis IPB. Sedangkan alat yang digunakan meliputi jarum suntik plastik, perangkap yang terbuat dari toples kecil yang kedua ujungnya diberi lubang sebagai jalur masuk bagi serangga yang tertarik.

Metode
            Praktikum ini diawali dengan membuat perangkap yang terbuat dari wadah plastik yang bagian bawah dan atasnya dilubangi dengan diameter ± 3 cm. Namun dalam praktikum ini prangkap sudah siap pakai yaitu sudah dilengkapi kawat penggantung dan kait untuk kapas atraktan. Disisi yang berhadapan dengan kawat yang digantung, dilubangi sebanyak 3 lubang untuk tempat mengalir air hujan yang masuk kedalam perangkap. Pada saat pemakaian, wadah plastik dimiringkan sehingga lubang terletak pada bagian kanan kiri.
Kapas dibasahi dengan 0,25 ml Methyl eugenol untuk wadah plastik pertama dan kedua, masing-masing ditambahkan pestisida sebanyak 0,25 ml. Pestisida berfungsi untuk membunuh lalat buah yang terperangkap.
Perangkap yang telah diberi atraktan dan pestisida selanjutnya dipasang di tempat pengamatan yaitu di pohon belimbing dekat pool bis IPB. Setelah 3 hari perangkap tersebut diambil dan dihitung serta dilakukan identifikasi terhadap serangga yang berhasil terperangkap  di alat ini. Hasil identifikasi selanjutnya dijadikan data dalam mengetahui jenis serangga yang berada di sekitar pertanaman belimbing.

HASIL
Tabel  Pengamatan jumlah dan karakter Bactrocera spp.
Spesies Bactocera
1
(Jambu biji & Pepaya)
2 (belimbing)
3 (mengkudu)
4
(Jambu & Rambutan)
5 (belimbing)
Karakteristik morofologi
B.carambolae
5 & 0
0
0
3 & 1
0
Pita kuning agak lebar di toraks, ada titik hitam di tungkai, terdapat pola “T” pada abdomen, pada tergum terdapat pola segiempat berwarna kehitaman
B. papaya
0 & 18
0
3
1 & 7
0
lebar pola kosta sayap tepat pada R2+3 kemudian memanjang melewati ujung R2+3 dan R4+5 sampai sekitar ujung sayap; panjang aedeagusnya 3.0 mm.






















PEMBAHASAN
            Spesies yang paling banyak ditemui pada praktikum adalah B. papayae yaitu 18 ekor pada pepaya, 3 ekor pada mengkudu, 1 ekor pada jambu dan 7 pada rambutan. B.carambolae menjadi spesies kedua yang ditemukan terbanyak pada praktikum, yaitu  5 ekor pada jambu biji, 3 ekor pada jambu dan 1 ekor pada rambutan.Kehadiran beberapa spesies Bactrocera Menurut Widarto (1996) adalah hal yang normal karena dari semua golongan lalat buah yang teridentifikasi, lalat buah  Bactrocera (dacus) merupakan hama keluarga diptera utama yang merusak buah-buahan di Indonesia.   
             Kehadiran lalat buah pada buah pada suatu habitat dipengaruhi oleh adanya suatu variasi bau makanan, warna, rasa dan ukuran buah yang disukai oleh lalat  tersebut. Prokopy et al. (1996) dan Jevremovic (1999) dalam Artayasa et al.  (2000) menyatakan bahwa stimulus yang mengarahkan serangan lalat buah adalah bau makanan, kombinasi bau, warna dan ukuran bau. Akan tetapi kehadiran dan serangan lalat buah pada buah-buahan dapat di pengaruhi oleh adanya struktur kulit buah yang keras, liat dan tebal yang menyulitkan serangan lalat buah untuk dapat menusukkan telurnya ke dalam daging buah, seperti dinyatakan oleh Putra (1997) bahwa spesies lalat buah menyerang tanaman inangnya yang mempunyai tekstur permukaan buah yang tidak keras atau lunak. Tanaman disekitar perangkap sebagian besar bertekstur lunak seperti jambu, jambu biji, belimbing, dan mengkudu sehingga memungkinkan datangnya Bactrocera, berbeda halnya dengan rambutan yang berkulit keras. Tidak ditemukannya Bactrocera pada pohon belimbing pada perangkap dua kelompok disebabkan oleh belum terdapat buah matang pada kebun belimbing dan ditemukannya Bactrocera pada pohon rambutan dimungkinkan karena terdapat pohon jambu yang berbuah didekatnya.
            Bactrocera  yang ditemukan dalam praktikum dan diidentifikasi adalah berjenis kelamin jantan. Ciri-ciri yang membedakan antara lalat buah Bactrocera dorsalis jantan dan Bactrocera dorsalis betina adalah pada ujung abdomen lalat buah jantan tidak terdapat ovipositor, sedangkan lalat buah betina memiliki ovipositor. Ovipositor ini digunakan sebagai alat peletakan telur pada lalat betina. Kuswandi (2001) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa jenis lalat buat buah yang tertangkap dengan menggunakan perangkap beratraktan metil euganol adalah lalat buah Bactrocera dorsalis jantan karena pada dasarnya Methyl Eugenol merupakan senyawa kimia organik yang mempunyai aroma khas mirip feromon (bau-bauan yang dikeluarkan oleh lalat betina).
            Indonesia dianugerahi oleh berbagai macam tanaman, baik tanaman pangan, hortikultura maupun tanaman keras (tahunan). Keanekaragaman tersebut mengakibatkan jumlah spesies serangga yang dapat ditemukan di Indonesia sangat banyak. Lalat buah termasuk jenis serangga yang diuntungkan dengan keanekaragaman tanaman (Putra et al. 1997). Tanaman buah seperti belimbing pada umumnya dapat dijumpai beberapa spesies dari lalat buah yaitu Bactrocera carambolae dan Bactrocera dorsalis (Muniappan et al. 2012). Kisaran inang yang luas menyebabkan dalam satu tanaman terdapat beberapa spesies dari Bactrocera misalnya B. invadens menyerang inang seperti tanaman mangga, jambu, jeruk dan B. papayae menyerang mangga dan jeruk juga (Foottit & Adler 2009: Suputa et al. 2010). Lapisan kulit buah juga sangat mempengaruhi kehadiran Bactrocera dimana pada perkebunan buah berkulit lunak seperti belimbing dan jambu sering ditemukan serangan hama ini.  
Methyl eugenol merupakan senyawa bersifat atraktan yang diaplikasikan untuk lalat buah (Diptera: Tephritidae). Metil eugenol ini terdapat pada beberapa jenis tumbuhan yaitu Melaleuca (Melaleuca bracteata) dan selasih (Ocimum spp.). Kedua tanaman tadi menghasilkan minyak atsiri yang mengandung metil eugenol melalui proses penyulingan. Tanaman Melaleuca menghasilkan minyak atsiri yang mengandung metil eugenol sekitar 80%, sedangkan pada tanaman selasih dihasilkan sebanyak 63% (Destina 2013).
Bangun (2012) dalam penelitiannya menguji daya tarik atraktan Petrogenol dan Metilat terhadap Lalat buah ( B. dorsalis Hend.) pada tanaman jeruk ( Citrus sinensis L.) pada desa Simpangempat, Kabupaten Karo. Parameter yang digunakan adalah jumlah lalat terperangkap dan jumlah buah gugur akibat serangan lalat buah pada pohon jeruk yang diberi perangkap. Persentasi berkurangnya serangan lalat buah dengan parameter berkurangnya buah yang gugur adalah sebesar 32,21% untuk perangkap dengan Petrogenol dan 23, 12% untuk Metilat. Besarnya persentasi ini membuktikan bahwa selain penggunaan Methyl ugenol ( Metilat) sebagai atraktan, Petrogenol juga dapat menjadi atraktan yang dapat menarik perhatian lalat buah Bactrocera.
SIMPULAN
Lalat buah (Bractocera sp.) yang didapat dan diidentifikasi dari hasil monitoring menggunakan atraktan Methyl Eugenol  pada beberapa lokasi yang terdapat tanaman buah-buahan seperti belimbing, jambu, jambu biji, mengkudu, dan rambutan adalah B. papayae dan B.carambolae jantan yang tertarik pada Methyl Eugenol yang dianggap sebagai feromon kawin dari betina.




DAFTAR PUSTAKA
Artayasa, et al . 2000. Spesies dan Inang Lalat Buah Pada Buah Yang Diperdagangkan di Pasar Baratais Sweta. Laporan Penelitian. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram.
Bangun F A. 2012. Jenis atraktan petrogenol dan metilat serta perbedaan bentuk perangkap dalam mengendalikan lalat buah ( Bactrocera dorsalis Hend.) pada tanaman jeruk di lapangan.Repository. Universitas Sumatra Utara.
Destina Y. 2013. Metil eugenol sebagai perangkap lalat buah [internet]. [diunduh 2014 Mei 07]. Tersedia pada http://balittra.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1197&Itemid=10.
Foottit Rg, Adler PH. 2009. Insect Biodiversity: Science and Society. United States: Blackwell Publishing.
Kardinan. 2003. Pengendalian Hama Lalat Buah. Bogor (ID): Agromedia Pustaka.
Kardinan A M. Iskandar, S. Rusli, dan Makmun. 1999. Potensi daun selasih (Ocimum sanctum) sebagai atraktan nabati untuk pengendali hama lalat buah Bactrocera dorsalis [Makalah] Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor, 9-10 November 1999.

Kuderi. 2013. Mengurangi populasi lalat buah dengan methyl eugenol [Internet]. [diunduh 2014 Mei 6]. Tersedia pada     http://nahjoy.com/2013/12/21/mengurangi-populasi-lalat-buah-dengan-methyl-eugenol/

Kurnianti N. 2013. Lalat buah (Bactrocera sp.) [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 6]. Tersedia pada http://www.tanijogonegoro.com/2013 /05/lalat-buah.html.
Kuswandi A N. 2001. Pengendalian terpadu hama lalat buah di sentra produksi mangga Kabupaten Takalar dengan teknik serangga mandul (TSM) [Makalah] disampaikan pada Apresiasi Penerapan Teknologi Pengendalian Lalat Buah. Cisarua, 22 mei 2013.
Muniappan R, Shepard BM, Carner GR, Ooi PAC. 2012. Arthropod Pests of Horticultural Crops in Tropical Asia. London: CABI.
Putra NS. 1997. Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya. Yogyakarta (ID): Kanisius
Suputa, Trisyono A, Martono E, Siwi SS. 2009. Update on the host range of different species of fruit flies in Indonesia. Jurnal Perlindungan Tanaman. 16(2): 62-75.
Tan HK, dan Alvin Kah-Wei Hee. 2006. Transport of methyl eugenolderived sex pheromonal components in the male fruit fly. Bactrocera dorsalis. Comparative Abiocemistry and Physikology Part C: Toxicology & Pharmacology. 143(1): 422-428.
Widarto. H.T, 1996. Daur Hidup Lalat Buah Bactrocera carambolae (Drew and Hancock) Pada Kondisi Laboratorium. Tugas Akhir. Institut Tekhnologi Bandung.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar