Pemuda terlepas terhempas oleh pilu
Karma menampar bengis pemilik hati terkutuk
Menyudutkan dunianya ke sebuah genangan air disudut sempit pijak batu cadas
Terkapar lemaslah sang pemuda, dengan wajah tenggelam dalam genangan air
"ah rasanya aku kenal air ini! Bukankah ini air mata hati yang dibunuh sosok durjana itu?"
Pemuda mengangkat muka, matanya membidik genangan penuh tanya
sesosok wajah yang tak asing muncul dari riak, seisi bumi pertiwi mengutuk dalam bisu
Wajah itu milik dia yang terkutuk cintanya
Wajah itu milik seorang penuh naif tentang rasa
Wajah itu milik sebuah bagian tragis dari cerita para dewi
Wajah itu milik Rahwana!
Pemuda kembali roboh, asa perkasa telah musnah bersama riak air nelangsa
Pemuda mencoba bangkit, menengadah pada langit senja yang tetap bisu
"tak mungkin aku tetap Rahwana bukan?"
Seketika itu petir menembus hati kosong sang pemuda, langit tak lagi diam.
Sejuta sumpah serapah langit membinasakan pemilik hati terkutuk
"ENGKAU TETAP RAHWANA!"
AAP - 22-7-14
Kumpulan Coretan Mahasiswa Aneh Tingkat Tiga - "Faiman Indo and Welcome to My Life"
Cari Blog Ini
Rabu, 23 Juli 2014
Minggu, 20 Juli 2014
MAKALAH PENGANTAR VIROLOGI TUMBUHAN: Cymbidium mosaic virus
DEPARTEMEN
PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2013
NOMENKLATUR
Cymbidium mosaic virus
Ordo: Tymovirales
Famili: Alphaflexiviridae
Genus: Potexvirus
Spesies: Cymbidium mosaic virus
Arti
Penting
Penyakit
yang disebabkan oleh CyMV adalah penyakit yang paling umum pada anggrek di
seluruh dunia yang memiliki dampak ekonomi. Adanya penyakit ini di Indonesia
untuk pertama kalinya dilaporkan Suseno (1976) pada Cattleya. CyMV merupakan
spesies dari genus Potexvirus dan famili Flexiviridae. Bentuk partikel virus
adalah memanjang, lentur dan panjangnya rata-rata 448 nm hingga 488 nm, tidak memiliki
enveloped dan memiliki RNA berukuran ±600bp (Lee & Chang 2006). Genom CyMV
merupakan ss-RNA linier dan berukuran 8.1 kb (Frowd & Tremaine 1977). CyMV
dapat ditularkan secara mekanik dengan cairan perasan, melalui perkembangbiakan
vegetatif, tetapi tidak dapat ditularkan dengan biji dan secara alami oleh
serangga vektor. CyMV di lapangan dapat ditularkan melalui kontak langsung
antara tanaman sakit dengan tanaman sehat, kontaminasi peralatan potong dan pot
selama perawatan dan pada saat panen bunga (Lawson 1995). CyMV dapat bertahan dalam cairan perasan
tanaman sakit pada temperatur 65oC selama 10 menit, tetapi tidak dapat
diinaktifkan pada temperatur 70 oC. Selain itu virus tersebut juga tidak aktif
pada tanaman yang direndam dalam air yang bertemperatur 45 oC selama 2 jam
(Smith 1972). Menurut Jensen (1951) CyMV
banyak menyerang spesies dalam famili Orchidaceae dan hanya beberapa spesies
pada famili lainya. Pada famili Orchidaceae virus ini dijumpai pada 8 genera,
yaitu Aranthera sp., Calanthe sp., Cattleya sp., Cymbidium sp., Grammatophyllum
sp., Phalaenopsis sp., Oncidium sp., dan Vanda sp. Gejala mosaik akan tampak lebih jelas pada
daun-daun muda berupa garis- garis klorotik memanjang searah serat daun. Bunga
pada tanaman Cattleya sp. yang terinfeksi biasanya memperlihatkan gejala
bercak-bercak coklat nekrosis pada petal dan sepal. Bunga biasanya berukuran
lebih kecil dan mudah rontok dibandingkan dengan bunga tanaman sehat (Jensen 1951). Pada tanaman Grammatophyllum
menunjukan gejala mosaik pada daun, pada tanaman Phalaenopsis menunjukkan
gejala mosaik, dan nekrosis pada bagian daun (Inouye 1996).
Sebaran
Cymbidium
Virus (CyMV) biasanya menular lewat luka
pada tanaman yang disebabkan oleh luka. Umumnya luka ini terjadi melalui
perbanyakan tanaman dengan menggunakan alat pemotong yang terkontaminasi .
Ketika dibudidayakan di rumah kaca ataupun pada tempat lain , CyMV menyebar
secara mekanis jika alat yang digunakan dalam budidaya tidak dibersihkan dengan
benar . Secara alami CyMV ditularkan serangga . Sebuah virus anggrek yang
berbeda , virus anggrek flek , dapat ditularkan oleh tungau Brevipalpus .Ada
juga bukti bahwa kecoa mampu mengirimkan CymMV .
Inaktivasi dan Inkubasi
CyMV
dapat bertahan dalam cairan perasan tanaman sakit pada temperatur 65oC selama
10 menit, tetapi tidak dapat diinaktifkan pada temperatur 70 oC. Selain itu
virus tersebut juga tidak aktif pada tanaman yang direndam dalam air yang
bertemperatur 45 oC selama 2 jam (Smith 1972). penelitian Gara (1995) yang menyatakan bahwa pada C. Amaranticolor
menunjukkan gejala lesio lokal yang diawali bercak berwarna hijau kemudian
bercak berubah warna menjadi hijau kekuningan pada 11-29 hari setelah
inokulasi, sedangkan pada D. stramonium gejala yang tampak berupa bercak
berwarna hijau yang kemudian berubah menjadi hijau kekuningan, dan lama
kelamaan berubah menjadi coklat, bercak klorotik dan nekrotik ditemukan pada
tanaman ini pada 10-14 hari setelah inokulasi.
Deteksi dan Identifikasi
Deteksi dan identifikasi secara serologi sudah umum
diaplikasikan untuk berbagai virus. Salah satu uji serologi adalah Enzyme
Linked Immunosorbent Assay (ELISA) yang pertama kali dikembangkan oleh
Clark dan Adam (1977). Metode ini berdasarkan pada reaksi antara antigen
antibodi.
Diagnosis CyMV yang dilakukan oleh Miin (2005); Hu et
al. (1993); Navalinskiene et al (2005)
dan Sherpa et al. (2007) dengan menggunakan metode serologi yaitu Double
Antibody Sandwich (DAS) ELISA pada tanaman anggrek jenis Arachnis,
Aranda, Asocentrum, Cattleya, Cymbidium, Dendrobium, Laelia, Oncidium,
Paphiopedium, Phalaenopsis, Renanthera dan Vanda berhasil dengan
baik. Metode serologi ini menggunakan antiserum monoklonal yang bereaksi secara
spesifik dengan protein selubung CyMV (Navalinskiene et al 2005).
Selain dengan menggunakan
metode serologi, deteksi dan identifikasi virus tanaman dapat juga dilakukan
melalui teknik molekuler misalnya dengan reverse transcriptase-polimerase
chain reaction (RT-PCR) (Sherpa et al. 2007).
Deteksi
CyMV pada plbs Anggrek Dendrobium dengan ELISA
ELISA
(Enzyme Linked Immunosorbent Assay) adalah suatu teknik deteksi dengan
metode serologis yang berdasarkan atas reaksi spesifik antara antigen dan
antibodi, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan
menggunakan enzim sebagai indikator. Prinsip dasar ELISA (Burgess 1995) adalah
analisis interaksi antara antigen dan antibodi yang teradsorpsi secara pasif
pada permukaan fase padat dengan menggunakan konjugat antibodi atau antigen
yang dilabel enzim. Enzim ini akan bereaksi dengan substrat dan menghasilkan
warna. Warna yang timbul dapat ditentukan secara kualitatif dengan pandangan
mata atau kuantitatif dengan pembacaan nilai absorbansi pada ELISA plate
reader.
Prinsip
pengujian virus dengan metode ELISA adalah antibodi (protein) virus yang
spesifik teradsorpsi pada permukaan lubang “polystyrene microtiter plate”. Antibodi
tersebut akan menangkap antigen (virus yang terdapat pada sampel). Selanjutnya
virus tersebut akan bereaksi dengan spesifik antibodi yang telah dilabel dengan
alkalin fosfatase. Ada tidaknya virus dalam sampel ditandai dengan berubahnya
warna menjadi kuning setelah diberi penyangga substrat yang mengandung
4-nitrofenilfosfat. Perubahan warna terjadi karena 4-nitrofenil dirubah menjadi
4-nitrofenol yang intensitas warna kuningnya sebanding dengan banyaknya antigen
yang tertangkap oleh antibodi (Clark & Adam 1977; BALITHI 2003)
Di Indonesia, informasi mengenai
penyakit pada tanaman anggrek yang disebabkan oleh CyMV dan keragamannya masih
sangat sedikit. Metode serologi yang telah berhasil dilakukan untuk mendeteksi
CyMV diantaranya yaitu metode ELISA, digunakan untuk mendeteksi pada tanamana
anggrek Grammatophyllum sp. (Silalahi 1992). Diagnosis CyMV juga telah
berhasil dilakukan oleh Hu et al. (1993), dan Sherpa et al. (2007)
dengan menggunakan metode serologi Double Antibody Sandwich (DAS) ELISA
pada tanaman anggrek jenis Arachnis, Aranda, Asocentrum, Cymbidium,
Catteleya, Dendrobium, Oncidium, Phalaenopsis, dan Vanda. Metode serologi
ini menggunakan antiserum monoklonal yang bereaksi secara spesifik dengan
protein selubung virus CyMV (Trigiano et al. 2004).
Deteksi CyMV dengan Teknik Molekuler
Selain
menggunakan metode serologi, deteksi dan identifikasi virus tanaman dapat juga
dilakukan dengan teknik molekuler misalnya Reverse Trancriptase-Polymerase
Chain Reaction (RT-PCR) (Ryu et al. 1995) dan mikroskop elektron
(Akin 2006). Metode ini terdiri atas dua reaksi, yaitu reaksi transkripsi balik
(reverse transcription) yang menggunakan genom RNA virus sebagai cetakan
dan menghasilkan cDNA primer (untai tunggal) serta reaksi penggandaan (PCR)
(Akin 2006). Metode RT-PCR ini telah terbukti dapat digunakan sebagai alat
deteksi virus yang memiliki sensitifitas dan akurasi yang tinggi (Marshall
& Atkinson 1991). Deteksi dengan RT-PCR telah berhasil dilakukan oleh Gara
(1995) untuk mendeteksi CyMV dari tanaman anggrek Vanda. Identifikasi
menggunakan mikroskop elektron dapat dilakukan dengan mengamati bentuk dan
ukuran virion. Berdasarkan bentuk dan ukuran itu, dapat ditentukan jenis virus
yang menyerang suatu tanaman (Akin 2006). Identifikasi virus dengan mikroskop
elektron telah berhasil dilakukan oleh Han et al. Untuk menidentifikasi
CyMV hasil pemurnian dari tanaman anggrek Catteleya spp.
Pengendalian
Tidak
ada cara untuk menyembuhkan tanaman yang memiliki virus . Satu-satunya hal yang
harus dilakukan setelah tanaman terinfeksi adalah untuk menghancurkannya .
Solusi manajemen terbaik adalah untuk mencegah penyebaran penyakit . Hal ini
dicapai melalui desinfeksi yang efektif dari alat yang digunakan dalam budidaya
, termasuk wadah plastik dan pisau cukur . Autoklaf , menyala , dan pengobatan
kimia dengan larutan pemutih trisodium fosfat dan metode tradisional untuk
desinfeksi . Penggunaan Streptomyces filtrat kultur , yang juga telah
ditunjukkan untuk mendisinfeksi sapi gila penyebab penyakit prion , adalah
disinfektan yang menjanjikan . Metode ini terbukti efektif dalam menghilangkan
virus dari berbagai alat , kuku manusia , dan biji anggrek . Strategi manajemen
kemungkinan lain adalah pengembangan ketahanan tanaman . Sebuah usaha untuk
mengubah CymMV gen protein mutan gerakan ke anggrek Dendrobium sedikit sukses (
9 dari 259 tanaman resisten dan menyatakan gen penanda ) ; keberhasilan
transformasi sebenarnya memberikan perlawanan tampaknya terkait dengan
mekanisme membungkam gen pasca transkripsi .
Daftar Pustaka
Akin H M.
2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.
[Balithi] Balai
Penelitian Tanaman Hias.. 2003. Intruksi kerja metode virus. Laboratorium
pengujian BALITHI. Cianjur: BALITHI
[Balithi] Balai
Penelitian Tanaman Hias. 2007. Panduan Karakterisasi Tanaman Anggrek. Cianjur:
BALITHI
Burgess G W. 1995.
Prinsip dasar ELISA dan variasi konfigurasinya, teknologi ELISA dalam diagnosis
dan penelitian GW. Burgess (Ed) Wayan T. Ariana (terjemahan). Gajahmada
University Press. Yogyakarta.
Clark M F, Adam AN.
1977. Charateristics of the microplate of enzyme linked imunosorbent assay for
the detection of plant viruses J. gen. virol 34 : 475 – 483
Gara IW. 1995. Studies
on Cymbidium Mosaic Virus Isolated from Vanda Orchid. [thesis]. Japan:
Research Institute for Bioresources, Okayama University
Hu J S, Fereira S, Wang
M , Xu M Q. 1993. Detection of Cymbidium mosaic virus, odontoglossum ringspot
virus, tomato spoted wilt virus, and potyviruses infecting orchids in Hawaii.
Plant disease 77: 464-468.
Lawson, R, H. 1995.
Viruses and their control. Pages 74-104. In: Orchid Pests and Diseases,
American Orchid Society, West Palm Beach, Florida
Lee CS,
Chang CY. 2006. Multiplex RT-PCR detection of orchid viruses with an internal
control of plant nad5 mRNA. Plant Pathology 15: 187-196
Marshall G and Atkinson
D. 1991. Molecular biology: Its practice and role in Crop Protection. Great
Britain: The Lavenham Press Limited.
Miin D O J. 2005.
Screening of a random peptide library with CyMV for potesial development of
diagnostic kits. Malaysia: Malaysia University of Science and Technology.
Navalinskiene M,
Raugalas J, Samuitiene M. 2005. Viral Diseases of Flower Plant 16. Identification
of viruses affecting orchid Cymbidium
Sw. Biologyja 2: 29-34
Ryu KH, Yoon KE dan
Park WM. 1995. Detection by RT-PCR of Cymbidium Mosaic Virus in orchids.
Phytopathology 143:643-646 (15 ref.).
Sherpa A R, Hallan V,
Pathak P, Zaidi A A. 2007. Complete nucleotide sequence analysis of Cymbidium mosaic virus Indian isolate:
futher evidence for evidence for natural recombination potexviruses. Journal Bioscience 32 : 663-669
Syamsiah, Melissa.2011.
Eliminasi Cymbidium mosaic virus pada Plbs Anggrek Dendrobium Menggunakan Zat
Antivirus Ribavarin. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Jumat, 18 Juli 2014
Untuk Teman Lama
Hai teman lamaku,
kau tahu, dulu aku sering mengejek kesendirianmu. Tentang kamu yang selalu berjalan sendiri, tentang kamu yang seakan tak peduli akan ramainya dunia. Tentang kamu yang dengan datar membalas sapa.
Kau tahu, aku kini juga begitu.
Aku mulai mengerti kenapa dan mengapa.
Setelah semua penghianatan dan kekecewaan ini, menjadimu bukan sesuatu yang buruk.
Dunia ini sudah terlalu tua, begitu membosankan dengan sandiwara tua yang selalu sama, dengan sampah bertebaran di sudut jalan.
Harusnya engkau ada disini, biar kuceritakan betapa jenuhnya, betapa bosannya, betapa muaknya aku pada dunia ini.
Ah, aku mulai menikmati menjadimu.
Berjalan sendiri tak peduli pada mereka yang tersenyum padaku dengan pisau tersembunyi di balik punggung.
Biarkan mereka menyapa, aku akan menyapa dengan datar.
Takkan lagi ada pengorbanan untuk mereka.
Itu lebih baik daripada membunuh mereka bukan?
Aku ingin engkau menertawai ejekanku dulu.
Aku ingin kau puas, wahai sahabatku, kehampaan yang abadi
AAP 9-7-14
kau tahu, dulu aku sering mengejek kesendirianmu. Tentang kamu yang selalu berjalan sendiri, tentang kamu yang seakan tak peduli akan ramainya dunia. Tentang kamu yang dengan datar membalas sapa.
Kau tahu, aku kini juga begitu.
Aku mulai mengerti kenapa dan mengapa.
Setelah semua penghianatan dan kekecewaan ini, menjadimu bukan sesuatu yang buruk.
Dunia ini sudah terlalu tua, begitu membosankan dengan sandiwara tua yang selalu sama, dengan sampah bertebaran di sudut jalan.
Harusnya engkau ada disini, biar kuceritakan betapa jenuhnya, betapa bosannya, betapa muaknya aku pada dunia ini.
Ah, aku mulai menikmati menjadimu.
Berjalan sendiri tak peduli pada mereka yang tersenyum padaku dengan pisau tersembunyi di balik punggung.
Biarkan mereka menyapa, aku akan menyapa dengan datar.
Takkan lagi ada pengorbanan untuk mereka.
Itu lebih baik daripada membunuh mereka bukan?
Aku ingin engkau menertawai ejekanku dulu.
Aku ingin kau puas, wahai sahabatku, kehampaan yang abadi
AAP 9-7-14
Selepas Adzan Subuh
Selepas adzan subuh, seorang pemuda berjalan disebuah lorong gelap
Di sudut mata, sebuah bayang hitam diam tak bergerak
"siapa kamu?"
Dia diam, mungkin lelah menahannya untuk tetap diam
"siapa kamu, yang menjawabku dengan tatapan kosong sedang aku tak kau izinkan masuk dari pertemuan mata kita?"
Dia tetap diam, mungkin nelangsa mematrinya dalam diam
Pemuda melihat lebih dalam pada tatap kosong bayang hitam, dan kemudian terhempas jiwa dari raganya-MATI
"ah, aku tahu. Kau adalah jiwaku setelah senja mati. kini kau tak lagi sepi, jiwaku telah datang padamu, bersama sepi yang sama"
Dia selamanya diam, dengan senyum kosong diwajahnya
"kau tak lagi sendiri, meski tetap sepi"
AAP 9-7-14
Di sudut mata, sebuah bayang hitam diam tak bergerak
"siapa kamu?"
Dia diam, mungkin lelah menahannya untuk tetap diam
"siapa kamu, yang menjawabku dengan tatapan kosong sedang aku tak kau izinkan masuk dari pertemuan mata kita?"
Dia tetap diam, mungkin nelangsa mematrinya dalam diam
Pemuda melihat lebih dalam pada tatap kosong bayang hitam, dan kemudian terhempas jiwa dari raganya-MATI
"ah, aku tahu. Kau adalah jiwaku setelah senja mati. kini kau tak lagi sepi, jiwaku telah datang padamu, bersama sepi yang sama"
Dia selamanya diam, dengan senyum kosong diwajahnya
"kau tak lagi sendiri, meski tetap sepi"
AAP 9-7-14
Kamis, 17 Juli 2014
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU HAMA TUMBUHAN DASAR RESISTENSI TANAMAN
DEPARTEMEN
PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi adalah
salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia saat ini. Dari tanaman padi tersebut akan dihasilkan
beras yang menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia. Berdasarkan data sensus
penduduk tahun 2010 kebutuhan konsumsi beras penduduk perkapita adalah 109-139
kg pertahun sehingga kebutuhan nasional beras pertahun adalah 66.649 juta ton
beras (BPS 2010). Hal ini menyebabkan perhatian akan beras atau tanaman padi
tidak ada henti-hentinya. Namun, dalam usah peningkatan produksi padi terus
dihadapkan dengan berbagai masalah, seperti serangan hama.
Wereng coklat, Nilaparvata lugens (Hemiptera: Delphacidae) merupakan hama utama
padi di Indonesia. Sejak awal dekade 1970-an total kerusakan tahunan tanaman
padi oleh wereng coklat berkisar 300.000-800.000 ha, dan perkembangannya terus
meningkat setiap tahunnya (BBPOPT 2007). Kerusakan tanaman padi oleh wereng
coklat dapat terjadi secara langsung akibat penghisapan hasil fotosintesis
yang mengakibatkan penurunan kapasitas produksi. Kerusakan berat yang
disebabkan oleh wereng coklat terkadang ditemukan di persemaian, tetapi
sebagian besar menyerang pada saat tanaman padi masak menjelang panen
(Kalshoven 1981).
Berbagai teknik pengendalian yang
telah dilakukan untuk mengendalikan serangan wereng coklat pada padi. Namun
pada kenyataannya belum ada metode yang tepat untuk mengurangi dampak serangan.
Bahkan di lapang kebanyakan para petani menggunakan pestisida yang merupakan
senyawa yang dapat menimbulkan resitensi terhadap serangga hama jika diterapkan
terus menerus, serta cara ini juga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem
dengan matinya organisme bukan sasaran. Maka
dari itu, dibutuhkan pengendalian terhadap wereng yang efesien dan ramah lingkungan.
Salah satu pengendalian yang dapat
dilakukan adalah dengan memanfaatkan
teknologi pemuliaan tanaman untuk menghasilkan tanaman padi yang tahan terhadap
serangan wereng coklat yaitu dengan menanam padi yang resisten terhadap hama.
Painter (1951) membagi mekanisme resistensi tanaman terhadap
serangga hama ke dalam 3 bentuk, yaitu ketidaksukaan (antixenosis), antibiosis,
dan toleransi.
Tujuan Praktikum
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk menguji varietas padi yang resisten terhadap
serangan wereng coklat (Nilaparvata
lugens).
BAHAN
DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum pengujian
resistensi tanaman padi yaitu sebagaiberikut: Tanaman padi dalam pot berumur sekitar 4 minggu setelah tanam (penyemaian 3 minggu.); Varietas padi: tahan (PTB33), sedang (IR 64), rentan (Cisadane); Nimfa
instar 4 (akhir) wereng coklat Nilaparvata lugens (Hemiptera: Delphacidae); Kurungan plastik berkasa; Aspirator;
Kertas label.
Metode
Langkah pertama yang dilakukan
yaitu menyiapkan masing-masing varietas tanaman padi di dalam pot plastik. Lalu diambil 6 ekor nimfa wereng coklat dari kurungan
pembiakan wereng dengan menggunakan aspirator. Pengambilan harus dilakukan
dengan hati-hati. Setelah itu nimfa wereng coklat tersebut dimasukkan ke dalam salah satu pot varietas tanaman padi. Pemindahan dilakukan dengan cara meniup
dengan perlahan aspirator hingga nimfa wereng keluar dari selang aspirator. Tanaman padi dikurung dengan kurungan plastik berkasa. Jumlah nimfa wereng harus benar-benar sesuai
(tidak boleh berbeda antara varietas padi). Setiap pot tanaman padi diberi label yang berisi nomor grup
percobaan, varietas padi dan tanggal infestasi wereng. Tanaman
padi dan biakan wereng dalam kurungan harus dijaga setiap hari. Pot dijaga setiap hari agar tanaman padi
tidak kekurangan air. Perkembangan populasi wereng coklat diamati pada minggu ke-1, ke-2 dan ke-3 setelah perlakuan. Pengamatan
meliputi: jumlah wereng coklat yang hidup pada tanaman padi (nimfa dan imago). Setiap grup melakukan 3
perlakuan (varietas tahan, sedang dan rentan) dengan 1 ulangan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Jumlah wereng
cokelat yang hidup selama 3 minggu pengamatan pada beberapa varietas padi
Varietas
|
Kelompok
|
Jumlah
individu minggu ke-
|
Foto
|
||
1
|
2
|
3
|
|||
Cisadane
|
1
|
12
|
28
|
2
|
|
2
|
10
|
40
|
211
|
||
3
|
5
|
37
|
189
|
||
4
|
4
|
0
|
0
|
||
5
|
5
|
0
|
0
|
||
Rata-rata
|
7.2
|
21
|
80.4
|
||
PTB33
|
1
|
3
|
6
|
0
|
|
2
|
9
|
0
|
2
|
||
3
|
3
|
5
|
12
|
||
4
|
3
|
0
|
0
|
||
5
|
5
|
0
|
0
|
||
Rata-rata
|
4.6
|
2.2
|
2.8
|
||
IR64
|
1
|
5
|
14
|
20
|
|
2
|
5
|
9
|
16
|
||
3
|
9
|
16
|
19
|
||
4
|
4
|
1
|
1
|
||
5
|
4
|
0
|
31
|
||
Rata-rata
|
5.4
|
8
|
17.4
|
Pembahasan
Resistensi
tanaman merupakan kemampuan tanaman untuk mencegah atau mengatasi gangguan dari
faktor biotik atau faktor abiotik. Ketahanan tanaman sangat bervariasi
tahapannya dari yang sangat tahan sampai yang sangat rentan.
Sama
halnya dengan tanaman lain, tanaman padi memiliki ketahanan yang berbeda-beda
sesuai dengan varietasnya. Varietas padi yang berbeda dapat menunjukkan gejala
yang berbeda meskipun diinfestasi oleh wereng yang memiliki ras atau biotipe
yang sama. Ketahanan tanaman padi dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
faktor biofisik dari tanaman seperti ketebalan jaringan tanaman, trikoma,
dan faktor biokimia tanaman seperti
kandungan nutrisi dan interaksi kedua faktor (Rahmini et al. 2012).
Padi yang
digunakan pada praktikum ini adalah padi dari varietas padi Cisadane, IR 64,
dan PTB 33. Diduga ketiga varietas tersebut memiliki ketahanan yang berbeda
terhadap serangan wereng coklat. Kondisi ketiga tanaman padi tersebut pada
akhir pengamatan
berbeda-beda. Padi dengan varietas Cisadane memperlihatkan kondisi gejala yang
sangat parah yaitu batang padi menunjukkan warna kuning seperti terbakar dan
populasi wereng sangat banyak. Padi dengan varietas IR 64 memperlihatkan gejala
yang tidak parah seperti tanaman varietas Cisadane. Padi dengan varietas PTB 33
diduga merupakan padi yang paling tahan diantara semua varietas yang digunakan
pada praktikum. Jumlah rata-rata wereng yang terdapat pada padi varietas
Cisadane minggu pertama yaitu 7,2, minggu kedua yaitu 21, dan pada minggu
keempat 20,4. Jumlah rata-rata wereng yang terdapat pada padi varietas IR 64
minggu pertama yaitu 5,4, minggu kedua 6, dan minggu ketiga 17,4. Jumlah
rata-rata wereng yang terdapat pada padi varietas PTB 33 minggu pertama yaitu
4,6, minggu kedua 2,2, dan minggu ketiga 2,8.
Resistensi pada
tanaman dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Menurut Painter (1951) dalam
Hasibuan (2011), terdapat tiga mekanisme yang ditunjukkan tanaman dalam
menghambat serangan hama, yaitu: Antibiosis, yaitu mekanisme yang mempengaruhi
atau menghancurkan siklus hidup hama, nonpreference (sekarang disebut
antixenosis), menghindarkan tanaman dari serangan hama dalam pencarian makan,
peletakan telur, atau tempat tinggal serangga. Namun, bila hama tidak menemukan
alternatif tanaman lain, kerusakan parah pada tanaman tetap dapat terjadi,
toleran, menunjukkan daya tahan tanaman terhadap serangan hama, misalnya dengan
tetap memberikan hasil tanaman yang baik. Tidak seperti halnya pada antibiosis
dan antixenosis yang berpengaruh terhadap populasi hama, toleran tidak
berpengaruh terhadap populasi hama.
Muhuria (2003) berpendapat bahwa konsep
pengendalian terhadap hama padi pada umumnya dilakukan dengan diversifikasi
varietas unggul dan pergiliran tanaman pada satu hamparan. Ketahanan tanaman inang dapat bersifat : (1)
genetik, sifat tahan diatur oleh sifat genetik yang dapat diwariskan, (2)
morfologik, sifat tahan yang disebabkan oleh sifat morfologi tanaman yang tidak
menguntungkan hama, dan (3) kimiawi, ketahanan yang disebabkan oleh zat kimia
yang dihasilkan oleh tanaman. Tingginya tingkat resistensi
berbanding lurus dengan tingkat ketahanannya dimana semakin tinggi
tingkat resistensi suatu tanaman, maka semakin tinggi pula ketahanan tanaman tersebut
terhadap serangan hama. Hal ini dapat diamati dari kondisi tanaman dalam pengamatan. Jumlah wereng yang ditemukan akan berbanding terbalik dengan kondisi tanaman. Wereng cokelat
akan sulit ditemukan dalam kondisi hidup pada tanaman dengan kondisi yang masih
baik karena kemampuan resistensi terhadap serangan hamanya tinggi, sedangkan wereng
akan banyak ditemukan pada tanaman padi yang mengalami kerusakan akibat pola
makan wereng karena padi tersebut tidak memiliki ketahanan yang cukup kuat. Teori ini dibuktikan dalam praktikum dan telah dijelaskan pada paragraf dua. Varietas padi
tahan PTB 33 cenderung memiliki tingkat resistensi yang lebih tinggi dibanding
varietas IR 64 dan Cisadane, sehingga memiliki ketahanan terhadap serangan wereng coklat yang cukup
tinggi dan kondisi tanaman setelah pengamatan
masih dalam kondisi baik dimana kerusakannya sangat kecil (Suprihatno et al. 2004).
Kerusakan terparah didapat pada
tanaman padi varietas Cisadane bila dibandingkan dengan varietas IR 64 yang memiliki
tingkat resistensi sedang dimana keseluruhan tanaman menguning akibat serangan
wereng cokelat dan jumlah wereng yang ditemukan cukup mengejutkan, yaitu sebanyak
80.4
ekor menurut rataan 5 kelompok.
Cuaca dan
adanya air dalam pot
mempengaruhi jumlah wereng, meskipun dalam praktikum ini pokok bahasan utama
adalah tentang resistensi tanaman padi.Suhu merupakan salah satu bagian dari
cuaca dan setiap spesies serangga mempunyai
jangkauan suhu masing-masing dimana ia dapat hidup, dan pada umunya jangkauan
suhu yang efektif adalah suhu minimum. Serangga memiliki kisaran suhu tertentu
untuk kehidupannya. Diluar kisaran suhu tersebut serangga dapat mengalami
kematian. Efek ini terlihat pada proses fisiologis serangga, dimana pada suhu
tertentu aktivitas serangga tinggi dan akan berkurang (menurun) pada suhu yang
lain (Krebs 1985). Umumnya kisaran suhu yang efektif adalah 15ºC (suhu
minimum), 25ºC suhu optimum dan 45ºC (suhu maksimum). Pada suhu yang optimum
kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan besar dan kematian (mortalitas)
sebelum batas umur akan sedikit (Natawigena 1990).
Air merupakan kebutuhan yang mutlak
diperlukan bagi mahluk hidup termasuk serangga. Namun kebanyakan air, seperti
banjir dan hujan lebat merupakan bahaya bagi kehidupan beberapa jenis serangga,
termasuk juga berbagai jenis kupu-kupu yang sedang beterbangan, serta dapat
menghanyutkan larva yang baru menetas. (Natawigena 1990). Serangga di alam
memperoleh air melalui makanan yang mengandung air. Air pada pot bersama suhu menciptakan
kelembaban (RH) yang dibutuhkan
bagi perkembangannya. Pada umumnya serangga membutuhkan kelembaban tinggi bagi
tubuhnya yang dapat diperoleh langsung melalui udara dan tanaman yang
mengandung air (Krebs 1985). Kelembaban
(RH): mempengaruhi penguapan cairan tubuh serangga, preferensi serangga
terhadap tempat hidup dan persembunyian (terutama: iklim mikro) adalah dengan RH
optimum 73-100%.
Tanaman
padi resisten pada masyarakat memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Varietas padi resisten dalam penggunaannya ditujukan untuk pengendalain hama
dan memiliki keuntungan seperti dapat mengendalikan populasi hama tetap di
bawah ambang kerusakan dalam jangka panjang, tidak berdampak negatif pada
lingkungan, tidak membutuhkan alat dan teknik aplikasi tertentu, dan tidak
membutuhkan biaya tambahan lain dalam perawatannya (Wiryadiputra 1996).
Penggunaan varietas resisten tidak selamanya efektif dilapang, terlebih lagi
jika menggunakan varietas dengan ketahanan tunggal (ketahanan vertikal) secara
terus menerus (Liu et al. 2000, Witcombe dan Hash 2000). Penggunaan tanaman resisten jika
dilihat secara ekonomi memberi keuntungan karena
tanaman resisten dapat meminimumkan kehilangan hasil akibat serangan hama dan
dapat mengurangi pengeluaran untuk penggunaan pestisida. Keuntungan lain dari
pemanfaatan tanaman resisten dalam pengendalian hama adalah: berkurangnya
penggunaan pestisida kimia yang berarti mengurangi polusi racun kimia pada
lingkungan dan dapat mempertahankan atau meningkatkan keanekaragaman spesies. Selain itu, pemanfaatan tanaman resisten dalam tataran
operasional kompatibel ketika dikombinasikan dengan hampir semua taktik
pengendalian.
Tanaman resisten dalam
pengendalian hama tanaman
juga mempunyai kelemahan karena
daya tahan suatu varietas unggul
yang berhasil dirakit sampai sekarang terbatas menghadapi beberapa spesies hama
saja. Varietas
yang baru berhasil dirakit belum tentu disukai oleh petani dan konsumen, karena
belum dapat memenuhi keinginan mereka, seperti rasa, umur tanaman,
produktifitas, dan lain-lain sehingga masyarakat cenderung menanam padi dengan varietas yang rentan terhadap serangan hama. Penyebab terbatasnya pilihan varietas baru yang dapat diterima masyarakat disebabkan banyaknya biaya yang harus disediakan untuk mengganti
varietas lama dengan yang baru dan penelitian memerlukan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan satu varietas
unggul baru yang tahan terhadap satu spesies hama karena tidak mudah untuk menggabungkan faktor-faktor ketahanan dari suatu varietas
atau organisme ke dalam varietas baru (Oka 1995).
PENUTUP
Simpulan
Jumlah wereng dan gejala yang muncul pada setiap padi
berbeda tergantung varietasnya. Percobaan di atas menunjukkan varietas yang
rentan adalah varietas Cisadane karena setelah 3 minggu pengamatan tanaman
seperti terbakar. Selain itu jumlah wereng wetiap minggunya terus meningkat. Cisadane tahan terhadap wereng coklat biotipe
2. Varietas IR 64 yang mempunyai ketahanan terhadap wereng coklat biotipe 3.
Sedangkan, PTB 33 tahan terhadap wereng coklat
biotipe 4. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa varietas padi paling tahan terhadap serangan wereng coklat
adalah PTB 33, varietas dengan resistensi sedang adalah IR 64, sedangkan yang
paling rentan adalah varietas padi Cisadane.
DAFTAR PUSTAKA
[BBPOPT]
Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan.
2007. Serangan wereng coklat pada padi. [internet].
[diunduh 2014 Mei 22]. Tersedia pada http://www.bbpopt.tanamanpangan.deptan.go.id.
[BPS]
Badan Pusat Statistik. 2010. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman
Padi Seluruh Provinsi [internet]. [diunduh 2014 Mei
22].
Tersedia pada http://www.bps.go.id.
Kalshoven
L G E. 1987. The Pest of Crops in Indonesia. Var der Laan PA, penerjemah. Terjemahan
dari: De Plagen Van
de Culturgeweassen
in Indonesie. Jakarta (ID): PT Ichtiar Baru-van Hoeve.
Krebs C J. 1985. Experimental
Analysis of Distribution and Abudance. Philadelphia (USA): Harper and
Publishers. Inc
Muhuria La. 2003. Strategi Perakitan Gen-Gen Ketahanan
Terhadap Hama, Pengantar Falsafah Sains. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Natawigena H. 1990. Pengendalian
Hama Terpadu (Integrated Pest Control).
Armico, Bandung (ID). Hal. 40-41.
Oka
I N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Painter
R H. 1951. Dalam
Hasibuan S. 2011. Kajian ketahanan beberapa varietas padi [skripsi]. Medan
(ID): Universitas Sumatra Utara.
Painter R H.
1951. Insect Resistance in Crop Plants.
New York: The Mac
Millan Company.
Rahmini,
et
al.
2012. Respons biologi wereng batang coklat terhadap biokimia tanaman padi. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan.
31(2): 117-123.
Suprihatno
B, et al. 2004.
Deskripsi Varietas Padi. Subang : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Wiryadiputra S. 1996. Resistance of Robusta coffea to
coffee root lesion nematode, Pratylenchus coffeae. Pelita
Perkebunan. 12(3) : 137-148.
Langganan:
Postingan (Atom)