Namaku Abdul Aris
Pradana, orang biasa memanggilku Aris, seorang mahasiswa departemen Proteksi
Tanaman, fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor angkatan 49. Aku berasal
dari Biak, sebuah pulau di kepulauan ujung timur Indonesia, Papua. Sebuah
tempat yang dijuluki surga dunia karena keindahan alam dan budayanya serta
kearifan warga lokal. Kebanyakan orang berfikir bahwa tempat aku lahir, tumbuh
dan dibesarkan ayah dan bunda ini masih primitif. Sifat dan kelakuan tidak
bersahabat, itulah yang mereka pikirkan tentang masyarakat di tempatku. Itu
salah besar, orang-orang Papua itu ramah kepada siapa saja. Senyum tulus, suka
tolong menolong, saling peduli satu sama lain, itulah yang aku pelajari dan pahami
dari tanah kelahiranku Biak, Papua. Meski di tubuhku tidak mengalir darah Papua
karena bapakku adalah suku Bugis dan ibuku suku jawa, tapi aku tidak akan ragu
ataupun malu untuk mengakui diri sebagai orang Papua. Rambutku mungkin tidak
keriting, kulitku mungkin tidak hitam, tapi hatiku Papua. Aku telah berada di
tanah Papua dari lahir hingga lulus Sekolah Menengah Atas di Biak, Papua. TK
Pertiwi IV Manokwari, SDN II Manokwari, SDN I Biak Kota, SMPN I Biak Kota, dan
SMAN I Biak Kota, adalah tempat-tempat hebat dimana aku menimba ilmu dan
tanpanya aku tidak akan bisa seperti sekarang ini, menjadi mahasiswa departemen
Proteksi Tanaman, fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, sebuah
cita-cita besarku yang akhirnya terwujud.
Menjadi mahasiswa
Institut Pertanian Bogor, bagiku dulu itu hanyalah sebuah mimpi yang tidak akan
terwujud. Bagiku yang berasal dari sebuah tempat yang bagi kebanyakan orang
masih asing, keinginan itu rasanya sangat berat. Banyak siswa-siswa hebat
diluar sana yang menurutku pasti lebih hebat dariku yang ingin menjadi
mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Aku sempat merasa putus asa, ingin mengubur
dalam-dalam impianku karena saat itu, waktu penerimaan raport semester II kelas XI SMA peringkatku turun drastis, yang
awalnya peringkat III kelas menjadi peringkat XI. Rasanya saat itu duniaku runtuh, harapanku,
harapan orang tuaku, semuanya sirna. Sebagai seorang anak aku merasa bahwa
telah mengecewakan mereka. Setelah lama terpuruk dalam rasa bersalah, tiba-tiba
semangatku yang telah redup seakan-akan mulai menyala kembali. Hal itu terjadi
saat guru Kimiaku yang juga alumni IPB, bu Alifia berkata “tidak ada yang tidak
mungkin, dengan kemampuan yang kamu miliki, kamu pasti bisa Aris!”. Satu
kalimat lagi yang menjadi motivasiku adalah perkataan bu Helen, guru Biologi
SMAku. Beliau berkata “ kalau kamu tidak mau berkembang, kuliah sajalah di
dekat rumahmu”. Meskipun sederhana, tapi bagiku kalimat itu berarti banyak. Aku
ingin membuktikan bahwa aku bisa, aku pasti bisa menjadi mahasiswa Institut
Pertanian Bogor.
Masih segar dalam ingatanku, di sabtu yang
panas dimana diumumkan 50 siswa terbaik sekolah yang berhak mengikuti Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2012. Seluruh siswa
berkumpul. Beragam ekspresi terlihat dari wajah mereka, ada yang harap-harap
cemas, ada yang berusaha bercanda, tapi diantara mereka ada juga yang tampak
santai. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan betapa senangnya perasaanku hari
itu. Aku termasuk 50 siswa terbaik, walaupun hanya peringkat 33. Jalan menuju
impian untuk menjadi mahasiswa Institut Pertanian telah terbuka lebar untukku,
tidak ada keraguan bagiku untuk memilih Institut Pertanian Bogor sebagai
perguruan tinggi negeri pilihan pertamaku, departemen pilihan pertamaku adalah
Proteksi Tanaman, yang kedua adalah Agronomi dan Hortikultura. Untuk
menghormati tanah kelahiranku, aku memilih Universitas Negeri Papua sebagai
pilihan kedua dengan agroteknologi sebagai departemen pilihan pertama dan
Biologi sebagai departemen pilihan kedua.
. Meskipun banyak teman
yang mencemooh pilihanku karena bagi mereka pertanian itu identik dengan
kemiskinan, cangkul, dan tanah aku tidak peduli, aku telah menetapkan pilihan.
“Aris, ngapain kamu memilih Institut
Pertanian Bogor, fakultas pertanian lagi, mau jadi petani? Kamu itu harusnya
jadi arsitek, bakat kamu sia-sia jadinya”, itu adalah satu perkataan dari
banyak perkataan yang keluar dari mulut sahabat, teman-teman, serta
guru-guruku. Bagiku, perkataan mereka adalah pemicu semangat. Satu tekad lagi
yang ku tanamkan dalam hati, akan aku buktikan bahwa mereka bahwa pandangan
mereka itu salah, tidak selamanya pertanian itu identic dengan kemiskinan. Aku
akan menjadi petani berdasi di masa depan. Alasan mendasar departemen Proteksi
Tanaman menjadi pilihan departemen pertamaku adalah rasa prihatin terhadap
pertanian yang ada sekarang ini, serangan hama terjadi dimana-mana dan
menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Kata orang negeri ini tanah surga,
tongkat batu dilempar jadi tanaman. Seharusnya itu benar, dengan sumber daya
alam yang ada seharusnya kita mampu mengatasi masalah pertanian, seharusnya
tidak ada bencana kelaparan, seharusnya kita tidak perlu mengimpor beras dari
Negara asing. Tapi kenyataanya sangat pahit, kelaparan dimana-mana, gagal panen
besar-besaran, kegiatan impor beras tidak kunjung berakhir. Aku akan merubah
itu semua! Tidak akan aku biarkan pertanian negeri ini semakin buruk. Mungkin
bagi orang lain semangatku ini hanyalah khayalan belaka, tapi aku tidak peduli.
Akan aku buktikan pada mereka yang mencemoohku, akan aku buktikan pada mereka
yang menganggapku hanyalah seorang pengkhayal, akan aku buktikan bahwa aku
bisa, aku pasti bisa memperbaiki pertanian negeri ini, walaupun aku tahu bahwa
itu tidak mudah. Tapi aku yakin, pada saatnya nanti aku akan bertemu dengan
orang-orang yang memiliki keinginan dan tekad yang sama denganku, dan bersama
kami akan rubah pertanian negeri ini!.
Hari pengumuman
kelulusan SMA, sebuah hari yang sangat pendek bagiku. Hari dimana semua akan
berpisah, hari dimana masa depanku serta teman-temanku ditentukan. Meskipun
kelulusan di sekolahku 100%, tetapi hari itu semuanya tidak kuasa untuk menahan
tangisnya, tangis haru, tangis perpisahan, tangis karena masa tiga tahun
bersama akan berakhir. Aku juga hanya seorang manusia biasa yang tidak mampu
menahan kesedihan itu. Terlebih lagi saat itu aku mendapat satu dari tiga undangan
langsung dari pihak rektorat Universitas Negeri Papua. Aku tidak tahu apa yang
kurasa, antara bangga dan sedih. Bangga karena menjadi tiga orang terpilih dan
sedih karena akan berpisah dari sahabat dan teman-temanku. Kami menghabiskan
hari itu dengan semua hal yang kami anggap dapat menjadi kenang-kenangan yang
akan terus membekas di hati dan ingatan masing-masing.
Pagi berganti siang, dan siang telah berganti
malam. Malam di hari kelulusan itu adalah malam paling bersejarah dalam
hidupku. Seorang teman memberitahuku bahwa telah ada pengumuman perserta SNMPTN
Undangan yang lulus seleksi. Secepat kilat langsung ku buka situs SNMPTN, ini
seperti mimpi! Itu yang aku rasakan. Aku lolos SNMPTN Undangan dan menjadi
calon mahasiswa departemen Proteksi Tanaman fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Tampak kegembiraan dan kebanggaan pada wajah kedua orang tuaku
saat aku katakan bahwa aku lolos seleksi. Tiba-tiba terlintas dalam pikiranku
untuk kuliah di Universitas Negeri Papua, bukan di Institut Pertanian Bogor.
Saat itu pertimbanganku adalah soal biaya, karena aku adalah anak pertama dari
empat bersaudara dan semuanya masih sekolah, ayahku hanyalah seorang Pegawai
Negeri Sipil berpangkat IIIB. Menurutku pasti gaji ayahku tidak akan cukup
untuk membiayai kuliahku di kota besar seperti Bogor. Ayah dan ibuku tampaknya
sedikit kecewa dengan pemikiranku, mereka bertanya dimana kebanggaan, semangat,
dan impian yang selama ini ada pada diriku. Aku dengan berat hati menjawab
bahwa sebagai anak pertama, rasanya aku tidak sanggup bila harus melihat
keluargaku menderita, terlebih lagi aku tidak mendapatkan beasiswa apapun.
Mereka berkata, “ jangan kau fikirkan masalah dana, kuliahlah yang
sungguh-sungguh, bapak, ibu, dan adik-adik bangga kok kamu bisa melanjutkan kuliah di IPB, kamu itu sudah mengangkat
derajat keluarga. Masalah dana tidak usah kamu pikirkan, pasti ada jalan bagi
bapak dan ibu untuk menyekolahkan kamu dan adik-adikmu. Pada saat kamu sukses
nanti, giliran kamu menyekolahkan adik-adikmu. Optimis saja ya nak”. Malam itu
aku tidak bisa tidur dengan nyenyak, pikiranku terasa penuh, aku di selimuti
kebimbangan yang belum pernah aku rasakan seumur hidup. Ibuku sepertinga tahu
bahwa aku masih bimbang, beliau terus-menerus menasehatiku dan akhirnya tekadku
kembali bulat. Aku akan menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor!.
Hari keberangkatan
menuju Bogor akhirnya tiba, hari itu harus aku tinggalkan keluarga, sahabat,
teman, semua aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan di kampung halamanku.
Keluargaku melepas kepergian sementaraku ini di bandara Frans Kaisepo Biak.
Adik-adikku yang biasanya tampak ceria tidak mampu menahan kesedihannya, ayah
dan ibuku tampak tegar, mereka tersenyum dan berkata “ selamat belajar nak,
buat keluargamu bangga. Kami yakin kamu pasti bisa”. Mendengar perkataan itu
aku semakin tidak mampu menahan air mata yang akan jatuh, namun aku tidak ingin
terlihat lemah di mata adik-adikku meskipun ayah dan ibuku tahu bahwa
sebenarnya saat itu aku ingin menangis. Bersama pesawat yang ku tumpangi, aku
pergi untuk sementara demi cita-cita dan impianku. Bogor, aku datang!.
Hari pendaftaran ulang
peserta SNMPTN Undangan yang lolos seleksi, hari dimana aku merasa asing dengan
semuanya. Mungkin karena baru kali ini aku berada pada lingkungan yang tidak
aku kenal. Seluruh siswa dari berbagai tempat di Indonesia berkumpul di sini, di
Institut pertanian Bogor. Aku merasa canggung untuk berteman dengan calon
mahasiswa yang lain meskipun di Biak aku telah berteman dengan orang-orang dari
berbagai suku di Indonesia. Menurutku pasti aku kalah gaul dari mereka, mana
ada yang mau berteman dengan orang yang berasal dari tempat yang jarang dan
bahkan tidak pernah mereka dengar. Tapi semuanya salah, mereka sangat ramah dan
tidak memandang dari mana aku berasal. Satu hal yang membuat aku merasa senang
di hari itu adalah aku dapat bertemu kembali dengan seorang teman lama semasa
SMP. Namanya Hasan, seorang calon mahasiswa departemen Fisika fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Kami saling bertukar cerita dan
pengalaman semasa SMA sembari menunggu saat pemanggilan pengecekan dokumen awal.
Setelah itu kami di kenalkan kepada lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor
Dramaga. Tidak ada kata lain selain kata kagum yang dapat terucap saat melihat
bangunan, fasilitas, serta prestasi yang diraih IPB.
Tanggal 26 juni 2012,
aku langkahkan kaki untuk pertama kali kedalam arsama C2 TPB. Aku mendapat kamar 198 di lorong 8.
Sepertinya aku bukan orang pertama dikamar itu. Orang pertama di kamar 198
adalah Achmad Alfiyan, seorang mahasiswa departemen Biologi fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam asal Pare, Jawa Timur. Hari itu kami membersihkan
kamar bersama-sama tetapi jarang berbicara karena sama-sama merasa canggung
dalam berbahasa. Hari kedua kami mendapatkan tambahan satu teman lagi, Ghozy
Al-Marsus, seorang mahasiswa departemen Kimia fakultas Matematika dan
Pengetahuan Alam asal depok, seorang yang agamis. Teman sekamarku yang terakhir
adalah M. Reyhan, seorang mahasiswa departemen Teknologi Hasil Perairan
fakultas Perikanan. Saat kami soga lorong pertama, semua tampak terkejut dan
tidak percaya saat aku berkata bahwa aku berasal dari Papua. Itu sudah dapat
kumaklumi, karena dari sekian banyak orang yang berkenalan denganku, sebagian
besar tidak percaya bahwa aku ini orang Papua. Aku tidak tahu tepatnya hari
apa, tapi hari itu adalah saat pengecekan berkas. Pengalaman tidak terlupakan
terjadi hari itu, aku ditegur dosen yang memeriksa berkas karena pakaianku
dianggap kurang sopan,saat itu aku memakai kaos berkerah berwarna hitam dengan
hiasan-hiasan yang lumayan besar. Aku minta maaf pada beliau karena tidak ada
maksud untuk tidak sopan, tapi karena kebiasaanku seperti itu. Untungnya beliau
memaafkanku dan memintaku untuk berjanji agar berpakaian lebih sopan, beliau
juga berpesan agar tetap semangat dan bersungguh-sungguh ketika kuliah nanti
karena biasanya mahasiswa dari timur kurang mampu beradaptasi dengan baik dalam
hal akademik.
Semua mahasiswa yang
lulus SNMPTN undangan memiliki hak untuk mengikuti program Matrikulasi yang
terbagi atas Landasan Matematika dan Fisika. Mendengar kata matematika dan
fisika bagiku itu lebih menyakitkan dari
pada mendengar konser music heavy metal
melalui sound systemnya. Tapi mau
tidak mau harus di jalani. Aku mendapat banyak kenalan teman-teman baru di hari
pertama kuliah matrikulasi. Namun ada satu hal yang membuatku sedikit bersedih
di hari pertama kuliahku, aku kehilangan hand
phone yang sangat ku sayangi, benda yang sangat berarti bagiku, benda yang
ku dapat dari jerih payahku sendiri. Apa boleh buat, semuanya telah terjadi. Mungkin
ini sebuah teguran agar aku lebih disiplin dan berhati-hati dalam menyimpan
barang. Hari pertama kuliah masih dpat ku mengerti materi yang disampaikan,
tetapi aku mulai pesimis saat kulah ketiga dan seterusnya. Rasannya aku ingin
menyerah, rasanya aku ingin pulang saja, semuanya sangat berat disini. Rasa
putus asa itu berlanjut hingga Ujian Tengah semester, nilaiku jauh dari kata
memuaskan. Berulang kali aku cari cara untuk membangun kembali semangat, tapi
sia-sia. Ayah dan ibuku tidak henti-hentinya memberikan semangat, tapi untuk
kali ini semuanya tidak berhasil. Apa mungkin karena aku jauh dari mereka? Aku
tidak tahu. Ujian Akhir Semesterpun tiba, aku mendapat hasil yang lebih buruk
dari sebelumnya dan nilai mutu akhirku adalah BC.
BC, sebuah nilai yang
bagiku pasti akan menyakiti kebanggaan orang tuaku, sebuah nilai yang tidak
dapat dibanggakan. Hari itu rasanya aku benar-benar ingin menyerah, melihat
teman-temanku yang rata-rata mendapat nilai A. Bayang-bayang tentang Drop Out (DO) tidak mau hilang dari
pikiranku. Dengan rasa malu ku hubungi kedua orang tuaku, aku curahkan seluruh
keluh kesah yang dapat aku sampaikan kepada mereka. Tangis, sedih, kecewa
terhadap diri sendiri, hanya itu yang ku punya. Satu kalimat penyemangat hati
yang tekah pudar keluar dari mulut ayahku, beliau berkata “ ka Ais, ini baru
permulaan, kamu masih punya kesempatan di mata kuliah lain. Orang gagal itu
biasa, tapi orang yang bangkit dari kegagalan itu luar biasa. Mereka yang gagal
itu adalah mereka yang berhenti berfikir bahwa mereka akan berhasil. Bapak
yakin kamu bisa dapat IPK yang bagus, bapak ingin kamu lanjut ke S2 setelah
lulus”. Aku hanya bisa menangis saat mendengar kata itu, rasanya seperti aku
selama ini menyianyiakan kepercayaan mereka. Teman-temanku juga tidak
henti-hentinya menyemangatiku. Papar, panggilah akrab Achmad Alfiyan, teman
sekamarku berkata “ IP itu tidak untuk dikejar, kalau kita bersungguh-sungguh,
maka IP yang akan mengejar kita”. Dengan semua dorongan itu, aku harus bangkit!
aku pasti bisa!. Satu semesterpun berlalu, Indeks Prestasi pertamaku akhirnya
keluar. aku bersyukur dan bangga mendapat IP 3,08. Mungkin bagi orang lain IP
seperti itu biasa, tetapi bagiku, itu adalah salah satu pencapaikan terbesar
dalam hidupku.
Kehidupan sehari-hari
di asrama C2 TPB IPB penuh dengan manis-pahitnya kehidupan. Banyak suka-duka
yang kami laiui bersama, antri untuk mandi, saling berebut kursi mobil listrik,
tunggu bis bersama, semuanya sangat berkesan bagiku. Aku juga bisa banyak
mengambil pembelajaran sebagai insan asrama C2 TPB IPB, belajar toleransi umat
beragama, belajar menghargai teman yang beda suku, belajar saling memahami
teman tentang kebiasaan mereka. Salah satu hal yang mungkin lumayan sulit
dilakukan adalah saling mengalah akibat cara belajar yang berbeda-beda dimana
teman yang satu suka belajar tanpa musik dan yang satunya lagi suka belajar
dengan musik yang sangat keras, ada yang suka belajar sendiri dan ada yang suka
belajar berkelompok. Seiring dengan berjalannya waktu, kami belajar untuk memecahkan
masalah tersebut. Teman-teman yang suka belajar tenang dan menyendiri biasanya
mencari tempat belajar di masjid Al-Huriyyah IPB Dramaga maupun di kamar-kamar
yang sedang tidak digunakan.
Kehidupanku di Institut
Pertanian Bogor juga penuh dengan manis-pahitnya hidup. Awal-awal semester
ganjil adalah saat-saat dimana kelompok-kelompok dan organisasi membuka open recruitment anggota baru. Sebagai
mahasiswa yang tertarik akan kegiatan-kegiatan inovatif serta dapat menambah
banyak teman, aku mengikuti pendaftaran tersebut. Namun sayang, hamper semuanya
berakhir di tahap wawancara, mungkin kemampuanku belum cukup. Aku tidak
berkecil hati, sudahlah mungkin ini yang terbaik untukku, mungkin aku harus
banyak belajar mengolah diri. Setidaknya aku di terima klub asrama garden and Decoration Club atau yang
lebih dikenal dengan nama Greda-C. Greda-C adalah klub asrama yang
didedikasikan untuk pengolahan dan dekorasi taman, termasuk kegiatan
tanam-menanam sayur dan bunga, perawatan, hingga pemasarannya. Seiring berjalannya
waktu, aku terpilih menjadi ketua Greda-C. terlintas dalam pikiranku, seorang
dari jauh, apakah bisa memimpin orang-orang kota?.
Menjadi seorang pemimpin mengajarkanku tentang
bagaimana menekan keegoisan, belajar bertanggung jawab, belajar memaafkan saat
anggota berbuat kesalahan, serta belajar mengatur waktu dengan baik. Tetapi,
sekuat-kuatnya seorang pemimpin, pasti pernah merasa jenuh, begitupula diriku.
Seperti yang sudah kutuliskan sebelumnya, menjadi pemimpin itu tentang belajar
menjadi pribadi yang lebih baik kawan. Terkadang apa yang kau harapkan, apa
yang kau rencanakan jauh dari kenyataan,
merasa kecewa oleh orang yang kamu percayai, menjadi pihak yang paling bersalah
saat organisasi yang diamanahi padamu kurang bagus di mata orang lain, tapi itu
hal biasa tergantung cara kita menyikapinya. Berfikir bahwa semua itu adalah
sebuah kegagalan, atau keberhasilan yang tertunda.
Aku masih harus banyak
belajar untuk jadi pribadi yang baik dan menjadi pemimpin yang baik. Tidak
hanya baik pada diri sendiri tapi baik dan bermanfaat bagi orang banyak. Kita
semua juga pasti akan belajar untuk tujuan yang sama, menjadi pribadi yang
lebih baik. Keberhasilah seseorang menjadi orang yang lebih baik tidak hanya
dilihat pada hasil yang dia capai, tetapi bagaimana cara dia mencapainya.
Kehidupan tidak akan pernah berhenti memberi seribu alasan bagi kita untuk
menyerah, tapi bangkitlah dengan jutaan, bahkan alasan tak terhingga untuk
tetap berjuang!. Yakinlah pada Tuhan Yang maha Esa bahwa Dia tidak akan menutup
mata bagi hamba-Nya yang bersungguh-sungguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar