Oleh:
Abdul Aris Pradana
Zamrud
khatulistiwa, salah satu julukan Indonesia yang seharusnya benar, karena
keadaan alamnya yang sangat bersahabat dimana hujan turun merata setiap tahun
hampir di semua tempat di Indonesia, tanahnya sangat subur sehingga tumbuhan
dapat tumbuh meskipun tidak dirawat, dan bukan untuk menyombongkan bangsa
sendiri, Indonesia dapat dikatakan sebagai surganya flora dan fauna dunia,
surganya makhluk-makhluk eksotis yang tidak akan kita temukan di belahan bumi
lainnya. Tidak hanya alamnya tetapi juga masyarakat yang terkenal akan kekayaan
budaya, kearifan lokal, tradisi, serta nilai-nilai keluhuran yang selalu
dijunjung tinggi. Kenapa saya menggunakan kata seharusnya benar pada awal
paragraf di atas? Alasannya adalah masih rendahnya rendahnya kebanggaan hakiki atas
negeri sendiri. mungkin kita dapat mengaku bangga, bercerita panjang lebar
tentang sumber daya alam dan manusia yang ada di Indonesia. Tetapi apakah hanya
itu yang kita bisa? Kenapa kita tidak memanfaatkannya? Kenapa kita hanya diam
saja dan baru berteriak ketika bangsa lain mengeksplorasi dan mengeksploitasi
sumber daya kita? Kenapa kita baru melakukan demo ketika sawah-sawah kita
diubah menjadi gedung-gedung pencakar langit?
Pertanian,
sebuah kata dan kalimat yang sebenarnya tidak asing lagi bagi semua orang.
Namun, pada kenyataannya begitu asing dan sangat langka ditemukan pada semangat
generasi muda sekarang ini. Coba saja tanyakan cita-cita dan impian para
penerus bangsa, maka jawaban mereka tidak jauh-jauh dari sarjana teknik,
teknologi, dan informatika, atau bahkan pertambangan yang bila dilihat sekilas
sangat menguntungkan dan juga sangat keren menurut mereka tentunya. Bukanlah sebuah hal yang mengherankan memang bila kita akan kesulitan menemukan para
pemuda yang memiliki dedikasi tinggi pada bidang pertanian, terlebih lagi yang
memiliki impian mewujudkan ketahanan pangan Indonesia yang sesungguhnya, atau
bahkan ingin membuat negeri ini menjadi rajanya pangan dunia, menjadi maharaja
agraris.
Kenyataan
yang ada sekarang ini, kebanyakan generasi muda takut berpanas-panasan, kurang
peka, dan bahkan sama sekali tidak peduli terhadap pertanian negeri ini. Hal
ini terjadi karena pola pikir sempit mereka, yang mereka pikirkan dan bayangkan
adalah kotor, becek, dan miskin. Sesungguhnya pertanian itu memiliki cakupan
bidang yang sangat luas. Bila mengutip pernyataan bapak Andi hakim Nasoetion,
pertanian bukan hanya tentang kegiatan yang menyangkut padi dan sawah, tetapi
semua kegiatan yang membutuhkan sinar matahari seperti peternakan, perikanan,
kehutanan dan lain-lain. Tetapi apakah mereka tidak berpikir, tanpa adanya
pertanian khususnya di bidang pangan apa yang akan mereka makan? Apakah mereka
akan makan besi, baja, atau bahkan beton- beton perkotaan?. Tentu saja tidak,
kita bukan manusia super atau makhluk asing. Kita tetap manusia yang menjadikan
karbohidrat yang tentunya berasal dari produk pertanian sebagai sumber tenaga
utama dalam aktivitas sehari-hari.
Tuhan
Yang Maha Esa selalu menciptakan segala sesuatunya dengan adil. Seperti sebuah
koin Yang memiliki dua sisi, Bila ada generasi muda yang kurang peka terhadap
pertanian, ada juga para pahlawan pertanian bangsa dengan bidang pertanian dan
cara yang beragam bersatu dalam sebuah tujuan pergerakan yang sama, membangun
dan menjadikan pertanian Indonesia yang lebih baik lagi. Para pahlawan tersebut
pada umumnya memiliki latar belakang keluarga yang bergerak di bidang
pertanian, tetapi tidak sedikit juga diantara mereka yang sama sekali tidak
memiliki latar belakang keluarga yang bergerak di bidang pertanian. Mereka
adalah para idealis, yang lebih mementingkan kepentingan orang banyak
dibandingkan diri sendiri. Mereka adalah para pemuda yang tergerak hatinya
karena melihat gagal panen, kelaparan, gizi buruk, bahkan kematian terjadi
dimana-mana akibat masalah kekurangan pangan. Lalu kemudian akan muncul
pertanyaan yang ditujukan kepada mereka seperti “apakah mereka siap
mengorbankan masa depan mereka yang cerah untuk membangun pertanian negeri yang
sangat menyedihkan ini? ”. Pertanyaan seperti ini sebenarnya termasuk sulit
untuk dijawab karena kesanggupan menjawab tergantung pada seberapa besar
semangat individu tersebut untuk turut serta dalam membangun pertanian dan
seberapa dalam individu tersebut mengerti tentang pertanian yang ada di
sekitarnya. Mengapa kita tidak mulai bertanya pada diri kita masing-masing
“Kenapa kita sebagai generasi muda, sebagai sarjana dan calon sarjana masa
depan tidak mulai berpikir seberapa besar kontribusi kita untuk bangsa ini
dalam membentu membangun pertanian bangsa?”.
Nasib pertanian Indonesia berada
pada pundak para generasi muda bangsa Indonesia. Bapak bangsa ini, Ir. Soekarno
pernah berkata “ Beri aku 1000 orang tua maka akan aku cabut Semeru dari
akarnya, beri aku 10 pemuda maka akan aku guncangkan dunia ”. Beliau juga
pernah berkata dalam pidato berjudul “ Soal Hidup atau mati ” bahwa pertanian
adalah soal hidup atau mati. Maksud beliau tentumya sudah jelas, kunci
pertanian adalah pembangunan pertanian yang dilakukan oleh para pemuda bangsa.
Akan tetapi dalam perjalanannya, ditemui batu sandungan berupa pola pikir yang
keliru tentang pertanian. Selama batu sandungan bernama pola pikir yang keliru
ini masih ada, sampai kiamat sekalipun negeri ini tidak akan pernah berubah,
terus dan terus menjadi Negara nomor satu, nomor satu dalam prestasi mengimpor
produk pertanian. Bukankah ini menyedihkan? Bila diibaratkan, kita seperti
orang yang mati karena kelaparan di gudang makanan kaleng. Padahal pembuka
kalengnya ada, tetapi kita tidak tahu cara menggunakannya untuk membuka kaleng.
Pemuda Indonesia sekarang ini telah
terikat pada pola pikir yang sangat dipengaruhi gengsi perkotaan. Seperti yang
saya uraikan sebelumnya, mereka tidak memilki kebanggaan terhadap pertanian
karena menurut mereka kurang keren dan mencerminkan kehidupan kaum melarat.
Padahal itu salah besar! lihatlah Jepang dan Australia, pertanian mereka modern
bukan? petani-petani mereka tidak kelihatan seperti kaum melarat bukan?. Apakah
kita ingin menjadikan teknologi sebagai pembanding antara negara asing dan
Negara kita? Atau bahkan, kita ingin menjadikan perubahan lingkungan sebagai
alasan untuk tetap diam?. Para petani di negara asing mayoritasnya adalah
sarjana sangat berbeda dengan para petani kita yang mayoritasnya tidak lulus
sekolah dasar. Penyebab perbedaan status antara kedua petani bukan karena
sedikitnya sarjana pertanian di Indonesia, akan tetapi hanya sedikit sarjana
pertanian kita yang mau ikut membangun pertanian. Mereka lebih nyaman bekerja
di kantor. Tetapi kita tidak bisa memaksa mereka untuk bekerja di bidang
pertanian karena memilih pekerjaan adalah hak setiap individu. Hal yang dapat
dilakukan untuk mempengaruhi pilihan mereka adalah dengan meluruskan pola pikir
dan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya peran mereka, para pemuda dalam
pembangunan pertanian yang lebih baik.
Berhasil tidaknya pembangunan
pertanian di Indonesia tidak hanya menjadi tanggung jawab sarjana pertanian.
Mengapa demikian? Coba bayangkan pertanian sebagai sebuah tanaman yang
berfotosintesis. Tanaman membutuhkan mineral dari dalam tanah, air, dan
karbondioksida kemudian diproses menggunakan klorofil dibantu sinar matahari
dan akhirnya menghasilkan gula dan uap air. Bagaimana jika salah satu komponen
dalam proses fotosintesis tidak ada? Maka proses tersebut kurang efektif atau
bahkan gagal. Begitu juga pertanian, Setiap tahunnya Indonesia memiliki
sarjana-sarjana baru dengan bidang keahlian yang bervariasi mulai dari sarjana
pertanian, ekonomi, teknik, teknologi dan masih banyak lagi sarjana-sarjana
lainnya. Seperti halnya proses fotosintesis pada tanaman, pertanian juga
demikian. Untuk mencapai tujuan pertanian yang diinginkan seperti swasembada
pangan yang sesungguhnya, kita tidak bisa mengandalkan keahlian sarjana
pertanian saja, Keahlian lain seperti teknologi yang dimiliki sarjana teknologi
adalah hal yang sangat dibutuhkan untuk intensifikasi produksi pertanian.
Selain itu juga peran para ahlinya bidang pemasaran produk pertanian sangat
dibutuhkan untuk memberi keadilan harga kepada para petani. Sesungguhnya tidak
hanya para sarjana yang saya uraikan diatas saja yang memiliki peran penting.
Semua sarjana, calon sarjana maupun generasi muda yang tidak ataupun belum
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri memiliki peran penting
masing-masing dan bisa dikatakan, kunci pembangunan pertanian itu dimiliki oleh
setiap generasi muda dalam bentuk puzzle
dan harus digabungkan untuk membuka gerbang bernama “pertanian masa depan”.
Menggabungkan puzzle pembangunan pertanian memang bukan perkara mudah, namun
bukanlah sesuatu yang mustahil. Kita dapat memulainya dari obrolan ringan
sesama teman untuk menyatukan visi bila belum bisa mengajak mereka turun
langsung ke lapang. Kemudian mulailah menunjukkan fakta-fakta pertanian negeri
ini khususnya betapa menderitanya nasib para petani yang harus segera kita
bantu. Saya yakin selama mereka adalah makhluk yang memiliki hati nurani
bernama manusia pasti akan tergerak hatinya, meskipun untuk tergerak setiap
orang punya lama waktu yang berbeda-beda. Setelah mereka tergerak mulailah
turun ke lapang dan bantu para petani. Tahap ini sebenarnya tidak sesulit tahap
menyadarkan orang lain, akan tetapi di tahap inilah keahlian dan pengetahuan
kita diuji. Apa yang akan kita tanam? bagaimana cara kita menanam? Kapan kita
menanam? Dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya.
Indonesia memiliki kondisi tanah,
iklim, cuaca serta kebiasaan masyarakat yang berbeda-beda tetapi hal tersebut
bukanlah sebuah alasan untuk mempersulit pembangunan pertanian di negeri ini.
Hal yang perlu dilakukan adalah mencermati keadaan lingkungan yang ada dan
beradaptasi dalam menaman, memelihara, menjaga dan akhirnya memproduksi dan
menjual hasil pertanian. Kita tidak mungkin menggunakan jaket berlapis-lapis di
daerah panas bukan? atau lebih gila lagi, bertelanjang dada di kutub utara.
Pertanian dapat dianalogikan seperti itu. Kita memiliki banyak varietas tanaman
yang memiliki keunggulan masing-masing di lingkungan yang berbeda-beda. Coba
saja menanam padi di pulau Biak yang tanahnya berbatu, tipis, dan sebagian
besar tersusun atas batuan kapur ditambah lagi cuaca yang tidak menentu. Maka
yang akan terjadi adalah kegagalan total. Oleh sebab itu, pengetahuan tentang
karateristik tanaman, tanah serta cuaca sangat dibutuhkan dan yang ahli dalam
bidang tersebut tentunya bukan hanya ahli di bidang pertanian saja.
Para
ahli muda pertanian dibutuhkan untuk meluruskan pandangan para petani dan
“mengobati” penyakit latah petani. Penyakit latah petani yang saya maksudkan
adalah kebiasaan mereka meniru keberhasilan petani di tempat lain yang belum
tentu kondisi lingkungannya sama. Sebenarnya meniru itu bukanlah sesuatu yang
salah, asal bukan hanya sekedar meniru cara mengolah tanah, varietas yang
ditanam, dan cara merawatnya tetapi memahami apa yang dilakukan petani yang
berhasil serta memahami kondisi lingkungan sendiri. Kemampuan beradaptasi
terhadap kondisi yang ada, semangat untuk tetap bertahan dan berkarya, itu yang
diperlukan. Seperti yang telah saya uraikan sebelumya, pertanian itu tidak
hanya tentang padi dan sawah. Bagi yang memiliki kemampuan lebih di bidang lain,
misalnya peternakan sebaiknya fokus mengembangkan bidang peternakan, jangan
ikut-ikutan latah dengan memaksakan diri di bidang pertanian lain. Membantu
memang sah-sah saja, tetapi prioritas utama adalah bidang keahlian kita
sendiri.
Cara terakhir yang masuk akal untuk
merubah paradigma generasi muda adalah dengan memasukkan unsur masyarakat dalam
kegiatan pendidikannya. Maksud saya adalah kegiatan praktikum yang diadakan
langsung di lingkungan masyarakat, meminimalkan kegiatan praktikum di kampus ataupun
sekolah agar tujuan dari pendidikan yang sesungguhnya yaitu membantu masyarakat
lebih tepat arah. Saya yakin, walaupun pada awalnya mahasiswa ataupun pelajar
tidak mau tetapi karena adanya ancaman bahwa nilai mereka tidak akan maksimal
bila tidak dapat melakukan praktikum dengan baik. Seiring berjalannya waktu,
kesadaran mereka akan terbangun dengan sendirinya dan dapat menjadi bagian dari
pembangunan pertanian, membantu para petani tanpa pamrih.
Pada akhirnya, mau tidak mau nasib
pertanian bangsa ada di tangan para generasi muda, semakin cepat paradigma
tentang pertanian yang identik dengan kotor, kemiskinan, dan kurang keren pada
pikiran mereka berubah, semakin cepat pula pembangunan pertanian di Indonesia
dapat terwujud. Semoga para generasi muda dapat menanamkan kepercayaan pada
diri mereka bahwa kekayaan yang sesungguhnya bukan dari seberapa banyak harta
yang dapat dikumpulkan, tetapi seberapa banyak kita dapat bermanfaat bagi orang
lain karena masih banyak para petani yang membutuhkan bantuan para ahli-ahli
pertanian masa depan. Dukungan dari semua pihak dukungan dari semua bidang
keilmuan sangat dibutuhkan, entah itu teknik, informatika, ekonomi, hukum, dan
lain-lain sangat dibutuhkan seperti analogi proses fotosintesis pada tanaman
yang telah saya singgung pada paragraf sebelumnya. Satu hal yang tidak kalah
penting adalah dukungan penuh dari pemerintah dalam memfasilitasi para pemegang
kunci pertanian masa depan seperti pelatihan, penyediaan lahan belajar,
penyediaan lapangan pekerjaan yang lebih baik di bidang pertanian, dan
lain-lain. Semoga pertanian Indonesia semakin berjaya!